Jangan lupa, bulan Muharram, bulannya Allah Subhanahu Wataala, mulai 7 Juli 2024. Muharram adalah bulan yang agung dan penuh berkah. Muharram adalah bulan yang pertama di tahun hijriah dan salah satu bulan haram (yang disucikan), dari 4 bulan yang disucikan tiga berurutan: Zulkaidah, Zulhijjah dan Muharram. Sedangkan yang keempatnya, adalah bulan Rajab yang berada di antara bulan Jumada dan Sya’ban.
Seperti yang ditulis Abdullah Al Faqir / AS yang mengutif dari berbagai sumber yang kredibel, keempat bulan di atas, disebutkan Allah Subhanahu Wataala dalam Al Quran sebagaimana firmanNya : “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah diwaktu menciptakan langit dan bumi. Diantaranya, empat bulan haram itulah (ketetapan ) agama yang lurus. Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu “. (at – Taubah /9 : 36.).
Menurut penanggalan di negeri kita ini, 7 Juli 2024 hari ini, adalah bertepatan dengan tanggal 1 Muharram 1446 Hijriah. Keutamaan memperbanyak puasa sunnah di bulan Muharram sebagaimana Abu Hurairah radhyallahu anhu berkata, ” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.bersabda, ” Puasa yang paling utama setelah Ramadan adalah, puasa pada bulan Allah Muharram” (HR Muslim).
Disukai berpuasa pada tanggal 10 Muharram (Asyuro) dan pada tanggal 9 Muharram (at -tasuu’a), sebagaimana dalam hadist sebagai berikut :
Rasulullah SAW bersabda, “Puasa hari Asyura, aku mengharap pahala dari Allah dapat menghapus dosa setahun sebelumnya”. (Hadist riwayat Muslim no 1976).
Abdullah bin Abbas radhyaallahu anhuma meriwayatkan, ketika Rasulullah berpuasa pada hari Asyuro dan memerintahkan untuk memuasainya, para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu, hari yang diagungkan kaum Yahudi dan Nasrani”. Maka Rasulullah SAW berkata, “Jika tiba tahun depan, kita akan berpuasa (juga).at – tasuu’a.(hari kesembilan)”.
Abdullah melanjutkan, ” belum tiba tahun berikutnya, Rasulullah telah wafat”. (HR. Muslim). Imam As -.Syafi’i dan para sahabatnya, Ahmad, Ishak dan yang lainnya berkata, ” Disukai berpuasa di hari kesembilan dan ke sepuluh sekaligus. Karena Nabi SAW berpuasa di hari ke sepuluh dan bertekad berpuasa di hari kensembilan (at tasuu’a).
Semoga kita bisa meneladani Rasulullah SAW, dan bisa melaksanakan puasa sunnah di bulan haram ( yang disucikan ), khususnya tanggal 9 dan 10 Muharram. Aamiin ya rabbal alamin.
Adab dan Etika Hadiri Acara Muharram dan Asyura
Bagi para pencinta dan pengikut Ahlul Bait as dan kaum muslimin, kembali Allah memberikan kesempatan kita memasuki bulan Muharram, dimana.bulan ini adalah bulan kesedihan Rasulullah dan ahlul bait as dengan syahadahnya Imam Husain as.
Ada hal yang perlu dipethatikan dengan adab dan etika mengisi hari hari Muharram ini.
- Menjaga adab – adab zhahir dan batin di bulan duka Muharram dan di hari hari syahadah at – ma’shumin as, yaitu, sebisa mungkin menahan diri dari bercanda, tertawa ria, bersenang – senang, dan menjauhi acara pestapora.
Mengurangi menonton, mendengar, dan menyebarkan postingan – postingan dan konten hiburan yang lucu lucuan. Sehingga perasaan bisa terlena dalam kesenangan atau membuat orang lain tertawa ria.
Apalagi jika isinya tidak bermanfaat, atau menimbulkan efek yang menghalangi gerak kesempurnaan ruhani, menggelapkan batin, dan lain semacamya.
Insyaallah, ini juga sangat baik sebagai latihan olah batin (riyadhah) dan memberikan perhatian lebih pada penyempurnaan jiwa.
Imam Ali bin Abi Thalib as menyebutkan, “ciri ciri pengikutnya, ” (Mereka adalah orang orang yang menong kami, berbahagia dengan kebahagiaan kami, bersedih dengan kesedihan kami, yang mengorbankan harta dan diri mereka dalam (urusan – urusan) kami. Mereka itulah bagian dari kami dan menuju keridhaan kami”. (Al – Khishal, jilud 3, halaman 305)
Imam Ja’far ash – Shadiq as juga berkata, “Bukan termasuk pengikut kami, orang yang berkata atau mengakui dengan lisannya, namun ia menyelisihi perbuatan kami, dan jejak jejak warisan kami.
Pengikut kami adalah, orang yang sejalan dengan kami, melalui lisan dan hatinya, serta mengikuti jejak jejak (warisan) kami dan beramal dengan perbuatan kami”. (Kutab Abu al – Qasim bin Quluwaih dalam Bihar al – Anwar, jilid 68, halaman 164. Wasail al -Syi’ah, Wasail al – jilid, 15, halaman 247 ). (Berlanjut/ana)