FAJARPENDIDIKAN.co.id-Dunia pendidikan saat ini sedang hangat membicarakan mengenai rencana pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang diwacanakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.
Selain berita yang mengagetkan mahasiswa/pelajar, ungkapan mas menteri saat sidang bersama Komisi X DPR RI terkait pembelajaran jarak jauh permanen, juga ikut disorot berbagai pihak, mulai dari orang tua, pelajar/mahasiswa, hingga pakar pendidikan.
Awal dilaksanakannya pembelajaran jarak jauh pada April hingga Mei lalu, Nadiem Makarim sendiri yang mengatakan bahwa terdapat beberapa kesulitan yang dihadapi pelajar/mahasiswa ketika pembelajaran jarak jauh.
Pertanyaannya adalah apakah permasalah tersebut sudah diatasi dengan baik? Bagi yang merasakan fasilitasnya pasti akan menjawab sudah. Namun bagi yang belum, bagaimana?
Dalam beberapa edisi terakhir, FAJAR PENDIDIKAN membahas topik terkait pembelajaran jarak jauh.
Redaksi menerbitkan sejumlah kendala yang disampaikan, baik para pelajar/mahasiswa maupun orang tua. Mereka mengeluhkan koneksi internet, tugas yang menumpuk, merosotnya ekonomi keluarga, serta risiko pelajar yang lebih memilih untuk putus sekolah/kuliah dan bekerja.
Seperti bagi pelajar yang berada di daerah 3T (Terluar, Terdepan, Tertinggal), jaringan internet merupakan kesulitan mendasar dan harus dibayar mahal. Bukan karena harga kuota, namun sebagian besar dari mereka harus bertaruh nyawa mencari signal agar bisa sekolah online atau sekadar mengerjakan tugas. Bahkan para guru berinisiatif untuk mendatangi rumah muridnya satu persatu untuk menyampaikan materi, karena ada beberapa yang tidak memiliki alat komunikasi.
Bagi daerah yang memiliki fasilitas akses internet dan gadget memiliki keluhan yang berbeda. Mereka selalu mengeluhkan banyaknya tugas yang didapat dan stres karena tugas tersebut.
Sementara di kota-kota besar, mungkin pembelajaran jarak jauh bisa diterapkan dengan mudah karena didukung oleh akses internet dan SDM yang mumpuni. Tetapi tidak ada jaminan bagi pelajar dan tenaga pendidik yang berada di desa atau bahkan di daerah 3T bisa merasakan kemudahan tersebut.
Di sisi lain, pendidikan vokasi juga sangat terbentur dengan adanya pembelajaran jarak jauh. Prosentase praktik yang lebih banyak daripada teori, mengharuskan pelajar/mahasiswa mengeksplor sendiri bidang yang mereka ambil.
Perlu adanya evaluasi lebih lanjut dan dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa pendidikan bisa diterima oleh semua pihak, tidak hanya pada mereka yang berada di perkotaan saja, tidak hanya pada mereka yang memiliki akses saja, tidak hanya pada mereka yang “beruntung” saja. Karena pendidikan adalah hak bersama.
Redaksi