“Justru dengan adanya pandemi, AN menjadi jauh lebih penting untuk mengetahui seberapa besar ketertinggalan kita, mencakup apa saja dan di mana saja. Dengan AN juga kita mengetahui daerah dan sekolah yang paling membutuhkan bantuan,” ucapnya.
Dijelaskan Kabalitbang dan Perbukuan, jika ada yang perlu disiapkan terkait AN, maka satu-satunya adalah melakukan persiapan teknis yang dilakukan oleh proktor, pengawas, dan dinas pendidikan. Bukan oleh guru dan murid yang berlomba-lomba untuk meningkatkan skornya. “Tidak ada keperluan sama sekali untuk menyiapkan diri supaya skornya bagus,” tegasnya.
Mendikbudristek bahkan mendengar laporan bahwa ada satuan pendidikan yang meminta muridnya membeli laptop untuk latihan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang merupakan salah satu bagian dari AN. Menurutnya, persepsi ini salah karena kebutuhan laptop tidak diperlukan mengingat AN merupakan pemetaan untuk melihat tren evaluasi pembelajaran dalam kurun waktu tertentu.
Menteri Nadiem mengatakan, “Untuk meningkatkan AKM dalam hal literasi, peserta AN sebaiknya membaca buku, koran, majalah sebanyak-banyaknya. Sedangkan untuk meningkatkan kompetensi numerasi, tidak ada jalan pintas selain meningkatkan kemampuan berpikir kritis murid-murid secara sistematis. itu semua butuh proses dan memang tidak dapat dibimbelkan,” ungkapnya.
Kepala Balitbang dan Perbukuan Anindito mengatakan, Kemendikbudristek telah menyediakan informasi melalui laman https://pusmenjar.kemdikbud.go.id. Tercatat, laman ini sudah diakses hingga 18 juta akses unik. Melalui laman tersebut, siswa, guru orang tua bisa mencoba soal-soal AKM baik literasi maupun numerasi. Ada lebih dari 500 soal yang disediakan untuk publik. Selain itu juga ada buku saku, tanya jawab, video pembelajaran, dan video mengenai protokol kesehatan.
“Semua informasi ada di laman Pusmenjar sehingga siswa tidak perlu ikut bimbel. Kalau sekadar ingin melihat contoh soal dan mengalami atau mencoba sendiri, di laman ini sudah kita sediakan secara gratis. Ini mengurangi sumber daya tambahan untuk mempersiapkan AN,” terang Anindito.
Dari perspektif guru dan kepala seolah, AN justru mengurangi beban administrastif karena AN mengintegrasikan berbagai program pendataan yang sebelum ini kurang terintegrasi dan cenderung bersifat administratif. Sebelum AN, guru dan kepsek harus mengisi berbagai borang pendataan dari pihak yang berbeda-beda. Misalnya borang evaluasi diri dari LPMP, borang UN dari Balitbang, dan borang akreditasi dari BAN S/M.
“Dengan AN ketiga borang ini terintegrasi. Baik sekolah, guru, tidak perlu mengisi tiga kali. Hanya perlu mengisi satu kali saja yaitu kuesioner AN. Harapannya ini menjadi pengurangan beban administratif sehingga guru dan kepala sekolah punya lebih banyak waktu untuk fokus kepada pembelajaran,” katanya.