Politisi Partai Gerindra, Fadli Zon melontarkan 5 catatannya yang menyesatkan, soal kenaikan harga BBM, yang tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Melalui akun Twitter pribadinya, Anggota DPR RI itu menilai pemerintah tidak perlu menaikan harga BBM di tengah proses pemulihan ekonomi masyarakat pascapandemi covid-19. Sebab kebijakan kenaikan BBM ini akan memicu inflasi dan berimplikasi serius terhadap ekonomi yang meranjak untuk kembali.
Fadli Zon sangat menyayangkan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengumumkan kenaikan harga BBM di tengah harga minyak dunia yang sedang turun sejak Agustus 2022.
Dia, katanya curiga terhadap adanya kebijakan kenaikan harga BBM. ‘’Kebijakan ini penuh dengan tanda tanya. Apa lagi sejumlah narasi yang dibangun pemerintah untuk membenarkan kebijakan ini terbukti menyesatkan.
Berikut catatan Fadli Zon terhadap Narasi yang dikatakannya Menyesatkan terkait dengan kebijakan harga BBM subsidi.
1. Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang pernah menyebut anggaran subsidi energi mencaptai Rp502 triliun dan jumlah tersebut memberatkan APBN. “Pernyataan menyesatkan tersebut telah diprotes oleh banyak kalangan dan juga Ekonom. Karena dianggap tidak menggambarkan kenyataan yang sebenarnya. Nyatanya, Subsidi BBM, di dalam APBN kita hanya sebsar Rp149,4 triliun dari total subsidi energi sebesar Rp208,9 triliun. .
2. Pemerintah mengatakan kenaikan harga minyak telah menambah beban APBN padahal meskipun tergolong net oli importer, setiap kenaikan harga minyak dunia sebenarnya ikut meningkatkan pendapatan pemerintah. Menurut Anthony Budiawan, produksi minyak mentah Indonesia mencapai 611 ribu barel per hari. Dengan harga minyak saat ini, pendapatan negara masih surplus sekitar Rp33,15 triliun, Perhitungan kurang lebih senafas dengan hasil kajian INDEF pada Maret 2022, yang menyatakan bahwa kenaikan harga ICP (Indonesia Crude Price) US Dolar 1 per barel akan menambah pendapatan negara Rp3 Triliun. Dimana pada sisi belanja negara akan memberi tambahan Rp2,6 triliun, Jika mengacu pada skenario tersebut, selisih antara harga ICP diasumsikan APBN 2022, sebesar US dolar 100 per barel, tidaklah otomatis menghasilkan kerugian, “Selisih harga ICP sebesar usdolar 37 per barel itu, menurut INDEF, justru telah menambah pendapatan negara sebsar Rp111 triliun. Dari sisi belanja memang mengakibatkan bertambahnya belanja negara, tapi jumlahnya menurut INDEF hanya sebesar Rp96,2 triliun. Sehingga negara sebenarnya masih mengantongi surplus anggaran sebsar Rp14,8 triliun.
3. APBN berfungsi sebagai Shock Absorber sebagai peredam guncangan, Jika Presiden dan Menteri Keuangan mengatakan subsidi untuk rakyat sebagai beban bagi APBN. Hal itu jelas menyalahi fungsi dari anggaran publik tersebut.
4. Menteri Keuangan mengatakan subsidi energi bisa digunakan untuk membangun 227 ribu sekolah. Itu adalanya pernyataan menyesatkan, Bagi rakyat, hubungan antara subsidi energi dengan pembangunan sekolah bersifat komplementer. Bukan substitutif, Rakyat sama-sama membutuhkan keduanya, bukan hanya salah satu.
5. Angka Rp502 Triliun yang disebut pemerintah sebagai subsidi energi, bagian terbesarnya adalah anggaran kompensasi energi, sebuah mata anggaran yang tidak pernah diatur dalam undang-undang. (ana)