Makassar, FajarPendidikan.co.id— Oleh manusia rambut biasanya dijadikan sebagai mahkota. Baik itu secara hiostoris maupun social, gaya rambut punya dimensi yang sangat luas.
Tidak hanya gondrong, tapi ada banyak gaya rambut untuk menujukkan identitas atau bahkan perlawanan.
Misalanya gaya rambut Mohawk yang menjadi identitas bagi anak-anak yang tergabung dalam genk Punk, gaya rambut yang mereka gunakan diambil dari kisah perjuangan kaum indian.
Olehnya itu, rambut tidak hanya menjadi mahkota tapi boleh jadi menjelaskan pendirian politik.
Di Indonesia, gaya rambut gondrong mempunyai dinamikanya sendiri dalam sejarah. Bahkan kaum laki-laki yang memelihara rambut hingga panjang atau gondrong dipandang sabai manusia dengan tipikal bebal atau tidak mau diatur. Bahkan di beberapa cerita film, penjahat digambarkan dengan rambut gondrong, bertato dan menggunakan tindik dibeberapa bagian tubuhnya.
Namun, jika ditelik secara historis seluruh pendangan tentang rambut gondorng yang dikenal garang akan berguguran, seperti misalnya pahlawan asal Sulawesi Selatan, Sultan Hasanuddin. Pada masanya, rambut gondrong sangat melekat pada kehidupan masyarakat kala itu, bahkan digunakan sebagai lambing atau simboll kekuatan dan kewibawaan seseorang.
Dalam masyarakat Indonesia, setelah masuknya pengaruh islam dan barat, rambut mulai menjadi penanda seksualitas seseorang. Laki-laki identik dengan rambut pendek dan rapi sedangkan perempuan berambut panjang.
Bakan sejak masa itu hingga sekarang, pemotongan rambut juga dikaitkan dengan persoalan agama, sesuatu yang membedakan dengan tradisi leluhur masyarakat setempat yang dianggap belum beragama.
Selain peci, pakaian rapi sebagai simbol aktivitas pergerakan, rambut gondrong pun pernah menjadi identitas para pemuda dalam perjuangan revolusi Indonesia. Mulai dari jaman Jepang hingga masa-masa revolusi fisik, para pemuda pejuang semakin identic dengan rambut gondrong dan seragam militer.
Ali Sastromidjojo, menggambarkan pemuda yang berambut gondong dengan gaya urakan sebagai kekuatan revolusi di Yogyakarta pada awal tahun 1946.
Walaupun pernah menjadi symbol dari pemuda revolusioner, tapi Soekarno pernah dibuat kesal dengan gaya rambut gondrong ini terutama saat perjuangan melawan kebudayaan imperialis sedang memuncak. Karena rambut gondrong identik dengan lifestyle pemuda-pemuda barat. Maka Soekarno punpernah mencap mereka sebagai “Kontra Revolusioner”.
Setelah memsuki era rezim Soeharto, rambut gondrong semakin ditindas dan divonis sebagai gaya yang bertentangan dengan kepribadian bangsa. Bahkan, rambut gondrong dianggap membuat pemuda acuh tak acuh. (int)