Gunung Kau Daki, Masjid Kau Lewati

Oleh: Asnawin Aminuddin

(Komisi Kominfo MUI Sulsel / Majelis Tabligh Muhammadiyah Sulsel)

Di era modern ini, semakin banyak kita menemukan orang-orang yang cerdas, memiliki pendidikan tinggi, mahir berbicara, dan piawai dalam menulis. Mereka memiliki banyak pengalaman, gemar bepergian, bahkan ada yang hobi mendaki gunung serta menjelajah lautan.

Beberapa di antara mereka juga sangat fasih membicarakan agama, mengutip ayat-ayat dan hadits dengan lancar. Namun, ironi yang sering kali muncul adalah, di tengah segala kecerdasan dan kemampuan mereka, justru ada yang jarang terlihat di masjid atau menghadiri kajian agama. Fenomena ini menjadi perbincangan di kalangan masyarakat, yang menyebutnya sebagai, “Gunung kau daki, lautan kau seberangi, masjid kau lewati.”

Tak jarang, orang-orang yang dikenal cerdas dan berprestasi justru menunjukkan sikap yang kontras terhadap kewajiban beribadah di masjid. Mereka memiliki segudang prestasi di bidang akademik, sosial, dan bahkan spiritual dalam aspek-aspek tertentu. Namun, ketika datang urusan menghadiri ceramah agama atau shalat berjamaah di masjid, sering kali muncul rasa malas.

Beberapa di antaranya mengaku merasa bosan, mengantuk, atau bahkan menganggap ceramah di masjid kurang menarik bagi mereka. Kondisi ini menjadi paradoks antara kecerdasan intelektual dan spiritualitas.

Padahal, Islam sangat menekankan pentingnya shalat berjamaah di masjid, terutama bagi laki-laki. Pahala yang dijanjikan bagi orang yang shalat berjamaah di masjid sangatlah besar.

Rasulullah SAW bersabda, “Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Artinya, shalat berjamaah memiliki keutamaan yang tidak dapat diabaikan.

Baca Juga:  Rasulullah, Nabi Terakhir

Sebaliknya, orang yang meninggalkan shalat berjamaah tanpa alasan yang syar’i juga dihadapkan pada ancaman berat.

- Iklan -

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya ingin rasanya aku menyuruh mengumpulkan kayu bakar hingga terkumpul, kemudian aku perintahkan shalat dan dikumandangkan azan untuknya, kemudian aku perintahkan seseorang untuk mengimami orang-orang itu, lalu aku mendatangi orang-orang yang tidak menghadiri shalat berjamaah itu dan aku bakar rumah mereka.

Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya salah seorang di antara mereka tahu bahwa ia akan mendapatkan tulang berdaging gemuk atau tulang paha yang baik niscaya ia akan hadir berjamaah dalam shalat Isyak itu.”

(Muttafaqun ‘alaih dan lafaznya menurut riwayat Al-Bukhari). [HR Bukhari, No 644 dan Muslim, No 651]

Prioritas Bergeser

Mengapa orang yang telah mendaki gunung, menjelajah lautan, bahkan fasih berbicara soal agama, justru mengabaikan masjid? Salah satu penyebabnya adalah adanya pergeseran prioritas dalam kehidupan.

Dalam dunia yang serba cepat ini, godaan untuk terus mencapai prestasi duniawi seringkali mengalahkan kesadaran akan kewajiban spiritual. Beberapa orang merasa telah menjalani kehidupan yang aktif, berprestasi, dan produktif sehingga kewajiban ibadah berjamaah di masjid dipandang sebagai hal yang tidak perlu diutamakan.

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Kamis, 14 November 2024: Menemukan Rancangan Allah

Ada juga yang merasa bahwa dengan melaksanakan ibadah di rumah, mereka sudah cukup menjalankan kewajiban. Namun, dalam Islam, masjid bukan hanya tempat untuk shalat, melainkan juga pusat pembinaan keimanan dan kebersamaan. Di masjid, umat Muslim belajar, mendengar ceramah, dan memperkuat ukhuwah Islamiah.

Fenomena ini juga sering terlihat pada orang-orang yang telah melaksanakan ibadah haji atau umrah. Mereka mungkin sudah beberapa kali mengunjungi Tanah Suci, tapi selepas pulang, kaki mereka tetap terasa berat untuk melangkah ke masjid.

Ibadah haji dan umrah adalah rukun Islam yang sangat mulia, tetapi ibadah tersebut seharusnya menjadi motivasi untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah, termasuk dengan memperbanyak kehadiran di masjid.

Fenomena ini seharusnya menjadi renungan bagi kita semua. Sebagai Muslim, kesuksesan duniawi dan kecerdasan intelektual adalah hal yang baik, namun tidak boleh mengalahkan komitmen kita terhadap kewajiban agama.

Masjid bukan hanya tempat shalat, tetapi juga tempat untuk menumbuhkan ketenangan batin dan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan memprioritaskan masjid dan shalat berjamaah, kita tidak hanya mengejar pahala yang besar, tetapi juga menunjukkan kepatuhan kita kepada perintah Allah dan mengikuti jejak Rasulullah SAW.

Gunung memang penting untuk didaki, lautan menarik untuk dijelajahi, tetapi jangan sampai masjid yang ada di dekat kita malah terlewati. (*)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU