Guru Besar FKM Unhas Presentasi di Komite Ahli Kesehatan Lingkungan Kemenkes RI

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (FKM Unhas), Prof Dr Anwar Daud, SKM., M Kes. menyampaikan presentasinya di Grup Komite Ahli Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jumat, 5 Juni 2020 pukul 13.00-16.00 WIB.

Prof Anwar yang juga diberi amanah untuk menangani Sub Komite Kesehatan Lingkungan     (Pengamanan Kimia (B3), Radiasi, dan Limbah), bersama dengan Dr rer nat Budiawan dan Supriyanto Ardjo Pawiro, Ph D. menyampaikan paparannya tentang kondisi saat ini, berkaitan dengan masalah kesehatan lingkungan.

Menurutnya, pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut.

“Pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus direncanakan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, karena berpotensi menimbulkan risiko terjadinya pencemaran terhadap lingkungan dan ancaman risiko bagi kesehatan manusia akibat limbah yang tidak terkelola sebagaimana mestinya yang telah diamanahkan dalam peraturan perundang-undangan,” jelas Prof Anwar.

Lebih lanjut, ia mengatakan, radiasi pengion adalah gelombang elektromagnetik dan partikel yang karena energi yang dimilikinya mampu mengionisasi media yang dilaluinya.

Baca Juga:  PWI Pusat Gelar Kick-Off HPN 2025 Riau di Anjungan TMII

Keselamatan dan kesehatan terhadap pemanfaatan radiasi pengion yang selanjutnya disebut keselamatan radiasi adalah upaya yang dilakukan untuk menciptakan kondisi yang sedemikian agar efek radiasi pengion terhadap manusia dan lingkungan hidup tidak melampaui nilai batas yang ditentukan.

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3) termasuk radiasi dan limbah cair di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (limbah Fasyankes) yang belum bisa dikelola masih sangat besar.

Volume limbah Fasyankes  diperkirakan (290 ton) berasal dari 2.820 rumah sakit dan 9.884 puskesmas di Indonesia.

“Itu belum termasuk dari klinik-klinik, unit transfusi darah dan apotek yang juga punya limbah medis. Sementara tempat untuk pengelolaan limbah medis masih sedikit dan kapasitasnya juga terbatas,” ungkapnya.

- Iklan -

Prof Anwar menjelaskan, untuk menangani masalah tersebut, beberapa program yang perlu diperkuat ke depan adalah, misalnya pengarusutamaan dalam rencana pembangunan sarana dan fasilitas pengelohan limbah B3, radiasi, dan limbah cair (limbah Fasyankes), monitoring, evaluasi dan pemutakhiran RENAS PB secara integrasi sektor-sektor terkait pengelolaan Limbah B3, radiasi, dan limbah cair (limbah Fasyankes), pelatihan peningkatan sumber Daya Manusia (SDM) dalam pengelolaan limbah B3 (limbah Fasyankes) dan pengolahan data dan informasi pengelolaan limbah B3, radiasi, dan limbah cair (limbah Fasyankes).

Baca Juga:  Mendikdasmen Ajak Para Guru Wujudkan Pendidikan Bermutu

Selain itu, juga perlu dilakukan misalnya kegiatan pemantauan/monitoring dan Pengelolaan data secara kontinu mengenai kuantitas atau volume  limbah B3, radiasi, dan limbah cair (limbah Fasyankes), terbentuknya rencana terpadu dalam pengelolaan limbah B3 (limbah Fasyankes), dan tersusunnya dokumen (produk hukum) terkait strategi pengelolaan limbah B3, radiasi, dan limbah cair (limbah Fasyankes).

Setelah pemaparan materi, diberik kesempatan kepada semua anggota tim ahli untuk memberikan tanggapan.

Hadir dalam pertemuan meeting zoom adalah seluruh anggota komite ahli kesehatan lingkungan Kemenkes RI dan staf kementerian bidang kesehatan lingkungan. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Direktur Kesehatan Lingkungan selaku Penanggung Jawab Komite Ahli Kesehatan Penanganan Masalah Kesehatan Lingkungan. Kegiatan tersebut akan berlanjut Jumat depan, 12 Juni 2020.(*/FP)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU