FAJARPENDIDIKAN.co.id – Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (FKM Unhas), Prof Sukri Palutturi, SKM., M Kes., MSc PH, PhD. mendapat undangan dari Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam acara Temu Pakar/Ahli dan Praktisi dalam Pembahasan Rancangan Program Kesehatan Masyarakat.
Acara tersebut berlangsung pada hari Selasa, 18 Mei 2021 secara virtual.
Dalam acara tersebut, Prof Sukri yang juga sebagai Direktur the Indonesian Healthy Cities Studies Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin menyampaikan paparan singkat dengan topik Healthy Cities Alat Efektif untuk Pemecahan Masalah Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), Stunting dan Germas.
Selain daripada itu, kata Prof Sukri, untuk memecahkan berbagai masalah kesehatan, pendekatan healthy cities adalah sebuah pendekatan yang cukup efektif. Pendekatan ini memiliki keunggulan, diantaranya pendekatan tersebut telah direkomendasikan oleh WHO tahun 1986 tentang setting approach pemecahan masalah kesehatan.
Hampir seluruh negara terlibat dalam program Healthy Cities. Karena itu, ini merupakan agenda global. Pendekatan ini membutuhkan kemitraan dan melihat masalah kesehatan secara holistik.
Karena itu, terdapat banyak masalah kesehatan yang membutuhkan kerja sama antar program, antar direktur, antar dirjen atau bahkan antar kementerian.
Keunggulan lainnya adalah bahwa pendekatan healthy cities dapat dikembangkan sesuai dengan masalah, sumber daya, kebutuhan masyarakat dan daerah dan ini sesuai dengan RPJMN 2020-2024.
Meskipun demikian, terdapat beberapa program yang membutuhkan penguatan ke depan, misalnya perlu revisi Peraturan Bersama antara Kementerian Dalam Negeri dan Kemenkes tentang Penyelenggaraan KKS.
Healthy Cities ini membutuhkan regulasi yang lebih kuat misalnya berupa Peraturan Presiden. Perlu penguatan terhadap 9 tatanan atau bahkan mungkin perlu revisi sesuai dengan kebutuhan dan masalah di daerah. Program berbasis output dan memberi dampak langsung kepada masyarakat.
Selain itu, Prof. Sukri juga menyampaikan bahwa penanganan masalah kesehatan tidak hanya berada pada level nasional. “Ingat bahwa ini ada otonomi daerah, sehingga kewenangan bupati/walikota dan gubernur juga cukup kuat dalam meningkatkan sektor kesehatan,” katanya.
Penguatan pada mikro setting misalnya pasar sehat, sekolah sehat, Puskesmas sehat, rumah ibadah sehat juga sangat diperlukan. Khusus untuk pasar, hampir seluruh masalah kesehatan lingkungan dan sosial ada pada pasar.
Karakterisitik masyarakat pasar tradisional, misalnya yang cenderung kumuh itulah yang menjadi pemandangan pada masyarakat pasar. Selain itu, perlu ada pengembangan pilot-pilot projek dalam bentuk inovasi.
Kelemahan lain dari healthy cities adalah belum adanya Aliansi Nasional Kota Sehat sehingga ini yang perlu dibentuk.
Untuk memecahkan berbagai persoalan kesehatan di daerah, Prof Sukri mengusulkan penempatan 1 SKM 1 Desa untuk Penanganan AKI, AKB, Stunting dan Germas.
“Ini bukan tanpa alasan. Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat dibekali ilmu dengan pendidikan generalis dan itulah yang terjadi pada level masyarakat. Masalah kesehatan tidak berdiri sendiri, misalnya stunting saja dan sebagainya.
Sarjana Kesehatan Masyarakat itu dibekali dengan berbagai bidang keilmuan, misalnya Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Epidemiologi, Biostatistik dan Kependudukan, Kesehatan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Ilmu Gizi, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku,” paparnya.
Selain itu, sambungnya, juga dibekali ilmu yang berkaitan dengan manajemen rumah sakit. Semua keilmuan ini, melekat bagi seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat. “Ini bisa menjadi pilot projek Kementerian Kesehatan terutama dalam lingkup Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat,” ungkapnya.
Pakar dan praktisi lainnya yang juga teragendakan memberikan pandangan adalah dr Anung Sugihantono, M Kes., dr Rita Damayanti, Prof Dr H Arif Sumantri, SKM, M Kes., Haryono Isman dan Dr dr Trihono.