Guru Besar Kesling Unair Paparkan Data Kasus DBD di Webinar Kesling FKM Unhas

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Guru Besar Kesahatan Lingkungan FKM Unair, Ririh Yudhastuti hadir sebagai salah satu pemateri pada Webinar Nasional Kesehatan Lingkungan Seri 2 yang diselenggarakan oleh Departemen Kesling FKM Unhas, Senin (31/8).

Dalam pemaparannya, Prof Ririh mengungkapkan sejumlah fakta terkait jumlah kasus DBD secara global dan juga di Indonesia.  

“Hingga saat ini, kasus sebaran DBD secara global sangat luas karena penyakit ini termasuk penyakit tropis maupun sub tropis. Tapi untuk Indonesia, ini cukup banyak hampir 33 provinsi sudah ada kasus DBD sudah merupakan daerah yang endemi,” ungkap Prof Ririh.

Berdasarkan data yang ditampilkan, sampai tahun 2020, pada akhir Juni, tercatat 68.753 kasus, meninggal 500 orang.

Jawa Barat menduduki posisi pertama kasus terbanyak, disusul Jawa Timur, Bali, NTT, Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Lampung.

Sementara untuk data dunia, ada sekitar 390 juta kasus dilaporkan dan setidaknya 2,5 miliar orang berisiko untuk tertular DBD. Dimana lebih dari 70 persen populasi yang berisiko berada di Asia Pasifik.

Kata Prof Ririh, Mobilitas, kondisi iklim, dan urbanisasi merupakan faktor-faktor yang diketahui mendorong penyebaran penyakit secara geografis dari daerah endemi ke seluruh daerah non-endemic sehingga menyebabkan peningkatan risiko penyebaran DBD di seluruh dunia.

Baca Juga:  Himpunan Mahasiswa Institut Andi Sapada Kenalkan Maggot sebagai Solusi Pengelolaan Sampah Organik di Desa Bojo

“Dulu teorinya, DBD tidak mungkin terjadi di daerah di atas ketinggian 1.000m, tetapi saat ini, beberapa penelitian saya dengan mahasiswa S3 di beberapa daerah dengan ketinggian di atas 1.000m, kita temukan kasus-kasus demam berdarah dan bukan kasus import karena kami mendeteksi melalui PCR dan sebagainya,” ungkap Prof Ririh.

“Salah satu daerah yang kasusnya tinggi di Sulsel adalah Maros,” ucapnya.

- Iklan -

Tingginya kasus DBD di Indonesia, kata Prof Ririh, dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni lingkungan yang meliputi sanitasi lingkungan yang kurang memadai, lingkungan fisik seperti suhu, kelembaban, dan curah hujan.

Faktor vektor berupa tingkat kepadatan populasi nyamuk Aedes Aegypti yang tinggi.

Faktor manusia melingkupi kepadatan, perilaku dan migrasi penduduk serta masih kurangnya peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk.

“Kenapa nyamuk ini suka darah manusia? Karena Nyamuk Aedes Aegypti adalah jenis nyamuk yang anhtropophilic yakni menyukai darah manusia daripada mamalia lainnya,” jelasnya.

Di dalam tubuh manusia ada kelenjar keringat namanya kelenjar eccrine yang mengandung molekul carboxylic yang membedakan antara bau manusia dan mamalia lainnya.

Baca Juga:  GenBI SulSel Gelar Edukasi Lingkungan untuk Anak-anak di Pabatta Ummi TPA Antang

Kelenjar inilah yang dalam penciuman nyamuk aedes aegypti sangat membangkitkan selera menghisap darah.

“Oleh sebab itu, aedes senang di daerah padat penduduk. Jarak terbangnya yang hanya 50-100 meter walau demikian Aedes Sp bisa menyebar melalui media air. Aktivitas nyamuk pada pukul 8-11 pagi lalu ia istirahat dulu seperti di baju yang digantung lalu mulai mencari makan lagi pada sore hari sekitar pukul 3-6 sore,” paparnya.

Selain itu, Prof Ririh juga menjelaskan beberapa peran yang dapat dilakukan kesehatan lingkungan terhadap kasus DBD di tengah pandemi covid 19 diantaranya tenaga kesehatan lingkungan di jajaran dinas kesehatan harus secara aktif melakukan kegiatan edukasi, pemantauan dan penanganan DBD di tengah pandemic covid-19 yang berbasis komunitas perlu diperkuat.

Melakukan pengelolaan lingkungan dengan menekan populasi vector nyamuk Aedes SP sebagai penyebab DBD di tengah pandemi covid-19 baik dengan modifikasi atau manipulasi lingkungan.

“Ancaman DBD di tengah pandemi covid-19 bisa dicegah dengan menurunkan populasi vektor nyamuk pada tingkat yang tidak membahayakan kesehatan masyarakat.  Sama seperti covid-19, DBD pun sampai sekarang belum ditemukan vaksinnya,” pungkasnya. (FP)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU