Guru Zaman Now Harus Jadi Motivator

Sekarang merupakan zaman milenial, dimana akses informasi sudah dengan mudah untuk didapatkan. Hanya dengan sekali ‘klik’ apa yang diinginkan, sudah terpampang jelas di layar gadget.

Namun, hal itu tidak mampu menggantikan peran seorang guru yang mengajar, mendidik, dan membina murid. Walaupun anak zaman now (sekarang) sudah dimanjakan dengan teknologi gadget, tetapi guru tetap berada pada di posisi pertama sebagai pembentuk karakter, pemberi pengetahuan, serta menjadi motivator bagi siswa.

Melihat perbandingan guru dari zaman dulu hingga ke masa era milenial saat ini dengan perbedaan yang sangat signifikan, dimana guru zaman dulu menjadi sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan bagi siswanya.

- Iklan -

Selain itu, guru-guru zaman dulu sangat dihormati, baik oleh murid-muridnya maupun oleh masyarakat. Guru masih dianggap sebagai pekerjaan mulia dan terpandang. Dimana, guru zaman dulu dianggap orang pintar, panutan banyak bagi orang, menjadi sumber informasi dan sumber kebijaksanaan. Sehingga meskipun tidak menjadi kepala desa, tidak menjadi kepala dusun, tidak menjadi apa-apa, tetapi semua pengambilan kebijakan di mata masyarakat, mereka dilibatkan.

Guru zaman sekarang, pertama mereka harus punya kemampuan yang tinggi. Karena sumber informasi di mana-mana, kemampuan siswa bisa jadi lebih tinggi dibanding kemampuan gurunya.

“Karena beragamnya sumber informasi sehingga guru tidak lagi memposisikan dirinya sebagai sumber ilmu pengetahuan. Makanya guru harus bertransformasi menjadi fasilitator untuk siswanya,” tutur Pengamat Pendidikan yang juga mantan Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI), Ramli Rahim dalam sebuah wawancara bersama FAJAR PENDIDIKAN.

- Iklan -

Empat Tingkatan

Guru zaman sekarang ada empat tingkatan. Pertama, guru level paling rendah, yaitu guru pengajar. “Jadi kalau ada guru yang hanya datang ngajar, habis itu pulang, tidak memberikan dampak lain kepada siswanya, maka guru tersebut berada pada level terendah di Indonesia,” ujar Ramli Rahim.

Baca Juga:  Mendikdasmen Ajak Para Guru Wujudkan Pendidikan Bermutu

Kedua, guru pendidik. “Jadi dia tidak hanya sekadar mengajar, dia mendidik siswanya menjadi lebih baik, berkarakter, menjadi teladan bagi siswanya.”

Pada level ketiga, lanjutnya, guru-guru inovatif yang mengajar, mendidik dan berinovasi. Dia menjadi sumber motivasi untuk siswanya. “Jadi siswanya jauh lebih hebat daripada dia. Kenapa, karena dia menjadi motivator bagi siswanya agar memotivasi siswanya untuk lebih baik.”

- Iklan -

Level empat, guru penggerak. “Jadi guru yang mampu menggerakkan. Bukan cuma dirinya, bukan cuma siswanya, tetapi lingkungannya yang langsung bisa digerakkan dengan apa dia miliki. Dia bisa menggerakkan siswanya untuk berbuat sesuatu lebih dari kemampuan dasar siswanya. Guru ini harus ada di semua keempat level itu, tetapi bukan level yang berbeda tapi level yang bertingkat,” jelasnya.

Melek Informasi

Ramli Rahim mengatakan, di sisi lain di era zaman sekarang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan  teknologi yang semakin canggih¸ sumber informasi itu sudah sangat beragam. Jadi informasinya dari banyak tempat, sehingga gurunya ketika ingin menjadi sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan, bisa terjadi kesulitan.

Baca Juga:  11 SD Ikuti Peningkatan Kompetensi Guru Mengenai IKN

“Kenapa, karena guru bisa saja kalah. Satu kesalahan guru bisa berdampak pada 10 kebenaran kebaikan sebenarnya. Ini kemudian kenapa guru harus bertransformasi, tidak lagi menjadi sumber ilmu pengetahuan tetapi harus jadi fasilitator sekaligus menjadi motivator serta menjadi penggerak.”

Tujuannya adalah supaya siswanya lebih bagus dari pada gurunya di era zaman sekarang dan kedua, karena perkembangan teknologi informasi, guru tidak boleh tertinggal dan harus melek informasi. “Karena dia harus tahu seperti apa perkembangan sebenarnya anak didik mereka,” pungkas Ramli Rahim.

Menurutnya, jadi guru di era sekarang jauh lebih susah ketimbang di zaman lalu dengan perbedaan yang sangat mendasar, seiring perkembangan zaman di era informasi teknologi yang sangat mudahnya memperoleh informasi.

Dari segi kebijaksanaan dalam sisi keteladanan, menjadi contoh buat siswa menurutnya, memang agak menurun karena parameter sekarang berubah. “Meskipun misalnya jambu, kalau gurunya bilang ini pisang, siswanya percaya. Tetapi sekarang jika jambu, kemudian gurunya bilang pisang, siswanya tidak terima begitu saja, karena sumber ilmu pengetahuan beragam,” katanya. (*)

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU