Indonesia, negara yang menjadi rumah bagi sekitar 231 juta umat Islam menurut World Population Review 2021, menampilkan panorama unik demokrasi melalui pelaksanaan ibadah haji pada tahun 2024 M/1445 H.
Konsep Haji Ramah Lansia, peningkatan kuota haji menjadi 221.000, penambahan liter Air Zam-Zam bagi jemaah haji Indonesia dan petugas menjadi 10 liter yang akan dibagikan di asrama haji debarkasi, serta keterwakilan perempuan dalam delegasi Tim Amirul Haj Indonesia 1445 H, adalah bukti transformasi kebijakan progresif yang memberikan wajah baru dan menjadi suksesor terhadap pelaksanaan ibadah haji.
Hal ini sejalan dengan jurnal “Estimating the Impact of the Hajj: Religion and Tolerance in Islam’s Global Gathering” yang ditulis oleh Asim Ijaz Khwaja (Guru Besar Harvard University), David Clingingsmith, dan Michael Kremer dari Case Western Reserve University pada 2009.
Jurnal yang tersedia di Harvard University’s DASH repository tersebut menyebutkan bahwa pelaksanaan haji melegitimasi keyakinan dalam kesetaraan dan harmoni tanpa adanya sekte dan perbedaan, yang mengarah pada kemajuan yang lebih positif.
Strategi Perang Badar adalah contoh terbaik dalam sejarah Islam tentang bagaimana Nabi Muhammad SAW, melalui hikmah dan perencanaan strategis, berhasil memimpin sekelompok kecil pasukan Muslim meraih kemenangan melawan pasukan Quraisy Mekah yang lebih besar.
Relevansi strategi ini tercermin dalam kebijakan dan kebijaksanaan Gus Menteri Agama RI H. Yaqut Cholil Qoumas dalam menerapkan Perencanaan dan Persiapan Meticulous.
Douglas Elmendorf, seorang profesor dari Harvard University, dalam pidatonya pada 2018, mengatakan bahwa The Fundamentals of Good Leadership terdiri dari lima aspek penting: pemimpin yang menempatkan nilai tinggi pada kebenaran, menghargai individu tanpa memandang status sosial dan karakteristik lainnya, terbuka terhadap pandangan yang berbeda, memberikan kinerja yang sangat baik, serta memiliki empati yang kuat dan sikap peduli terhadap orang lain.
Pandangan ini sejalan dengan pesan yang tersirat dalam Al-Qur’an pada lima surah yang disebutkan, yakni:
- QS An-Nisa [4]: 58. “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
- QS Sad [38]: 26. “Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan.”
- QS Asy-Syura [42]: 38. “(Juga lebih baik dan lebih kekal bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka. Mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”
- QS An-Nisa [4]: 135. “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.”
- QS Ali ‘Imran [3]: 159. “Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”
Dengan demikian, mari kita mengawali setiap langkah dengan pikiran positif, seperti mengenakan pakaian ihram yang menandai awal dari rangkaian pelaksanaan ibadah haji. Mari kita menyingkirkan perasaan dengki, seperti berwukuf dalam ketenangan dan refleksi di Padang Arafah.
Mari kita merawat empati dan simpati, seperti melakukan sa’i antara Safa dan Marwah, simbol usaha dan perjuangan. Mari kita menyingkirkan kesombongan, seperti menahlilkan atau mencukur rambut dalam upaya merendahkan diri dan menghapus identitas dunia.
Dan akhirnya, mari kita selalu menjunjung tinggi kedisiplinan, seperti menertibkan diri selama ibadah haji dengan rasa hormat dan dedikasi.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Oleh Prof. Dr. H. Syahabuddin, M.Ag./Rektor IAIN Bone