Oleh Akhuukum Fillaah :
Abu Hashif Wahyudin Al-Bimawi
بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ
Bagaimana bila seekor hewan kurban diniatkan untuk satu keluarga? Syekh Abdul Muhsin Al-‘Abbad Rahimahullah menjelaskan bahwa hal itu BOLEH DI LAKUKAN.
Misal seekor kambing atau sapi dikurbankan dengan niat untuk satu keluarga. Akan tetapi dengan catatan, keluarga tersebut satu dapur; artinya kebutuhan makannya berasal dari dapur yang sama, tidak sendiri-sendiri. Adapun bila sudah punya dapur sendiri-sendiri, maka masing-masing dibebani untuk berkurban sendiri-sendiri.
Dalilnya adalah dari ‘Atho’ bin Yasar, ia berkata:
سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ…؟ فَقَالَ : كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ
“Aku pernah bertanya pada Ayyub Al-Anshori, bagaimana kurban di masa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam…?” Beliau menjawab, “Seseorang biasa berkurban dengan seekor kambing (di niatkan) untuk dirinya dan satu keluarganya. Lalu mereka memakan kurban tersebut dan memberikan makan untuk yang lainnya.” *[HR. Tirmidzi no. 1505, shahih]
CATATAN:
Maksud dari hadits niatan tersebut adalah dalam perkara pahala bukan dalam hal kepemilikan. Sebagaimana pembahasan sebelumnya bahwa Dalam hal kepemilikan maka harus kurban masing-masing satu nama, satu hewan kurban kambing. Tujuh orang untuk Sapi dan Onta.
Hadits tentang Rasulullah menyembelih seekor kambing untuk keluarga dan umatnya adalah khusus untuk Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam. (*)