Gowa, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Masih dalam Nuansa Idul Fitri 1441 H, Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar menggelar halalbihalal dengan menghadirkan Prof Dr H Qasim Mathar, M.A. Guru Besar Pemikiran Islam sebagai pembawa hikmah halalbihalal dengan tema, “Ibadah dalam Sains dan Teknologi”.
Halalbihalal yang dihadiri oleh puluhan sivitas akademika Fakultas Ushuluddin dan Filsafat baik dosen, mahasiswa, pegawai, hingga alumni ini dilaksanakan secara daring melalui apliksi zoom.
Turut hadir dalam halalbihalal ini Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof Dr H Hamdan Juhannis, Ph D. beserta para Guru Besar dari Fakultas Ushuluddin serta Guru Besar UIN Alauddin Makassar lainnya.
Dalam paparannya, Prof Qasim menjelaskan, virus corona yang menimpa dunia memungkinkan terjadinya intervensi pada ibadah yang selama ini kita lakukan.
Baginya, intervensi ibadah itu sesungguhnya bukan hal yang baru dan telah lama terjadi dalam sejarah keberagaman ummat Islam.
Prof Qasim menyebutkan contoh diantaranya bahwa ketika dirinya melaksanakan ibadah haji, dia menyaksikan bagaimana penjual di sekitar Masjidil Haram tetap Shalat Berjamaah tanpa perlu masuk ke kompleks masjid.
“Mereka berjamaah dari tempatnya dengan mengikut imam yang didengarnya melalui pengeras suara yang ada. Atau model Khutbah yang pernah terjadi di masa Rasulullah di mana khatib berdiskusi dengan jamaah Jum’atya,” tutur Prof Qasim.
Intervensi ibadah akhirnya harus dilaksanakan di masa pandemi dimana berkumpul dianggap berpotensi memungkinkan penyebaran virus dan di saat bersamaan, kemajuan teknologi dapat dipergunakan.
Akan tetapi, banyak orang yang seringkali menolak hal semacam ini karena ketidakfahamannya dan keterbatasan pemahaman fikih yang dimilikinya.
Oleh sebab itu Prof Qasim berharap bahwa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar dapat menjadi tempat dimana fikih baru lahir.
Hal itu karena Fakultas Ushuluddin adalah Fakultas yang mempertemukan keberagaman pehaman dari berbagai kelompok.
“Mencontoh Nabi tidak harus persis seperti Nabi. Selama kemudian apa yang dilakukan memiliki akar dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis, maka hal itu tentu bisa dilaksanakan,” Ujar Prof Qasim.
Seperti biasa, gagasan dari Prof Qasim ini menimbulkan pro kontra yang mengakibatkan banyak profesor lainnya ikut menghangatkan suasana halalbihalal.
Seperti Prof Dr H Musafir Pababbari, M Si. yang merupakan Guru Besar bidang Sosiologi,
Prof Dr H Samiang Katu, M Ag. yang merupakan Guru Besar Studi Agama
serta Prof Dr H Muh Galib, M. MA yang merupakan Guru Besar Tafsir.
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Dr Muhsin Mahfudz, M. Th.I justru menanggapi positif dinamika halalbihalal yang menurutnya sangat khas Ushuluddin ini.
“Kehangatan diskusi semacam ini adalah bentuk “jabat tangan” hangat para akademisi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat karena pertemuan gagasan adalah dialektika pemikiran Islam itu sendiri,” pungkas Dekan FUF. (*/FP)