Aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM hingga hari ini, lebih meluas lagi dari hari sebelumnya. Sedikitnya hingga 44 titik wilayah se-Indonesia.
Bahkan tak hanya titik wilayah. Jumlah elemen masyarakat yang turun ke jalan, juga semakin bertambah. Guru, honorer, nelayan dan emak-emak, juga ikut turun ke jalan.
Sedikitnya 44 titik wilayah tersebut, diantaranya Aceh, Lampung, Medan, Padang, Pekanbaru, Bengkulu, Jambi, Pangkalpinang, Banten, Jakarta, Bekasi, Bandung, Bogor, Tasikmalaya, Cirebon, Semarang, Brebes, Purwokterto, Kebumen, Solo, Sukoharjo, Yogyakarta, Surabaya, Sidoarjo, Banyuwangi, Malang, Jombang, Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Gorontalo, Makassar, Palu, Kendari, Mamuju, Mataram (NTB), Sikka (NTT), Ambon, Timika, Sorong, hingga Jayapura.
Selain Partai Keadilan Sejahtera (PKS), diantara partai yang turut menolak kenaikan harga BBM bersubsidi, Partai Ummat dan Partai Demokrat.
Bagi Partai Ummat, kenaikan harga BBM dinilai menunjukkan Pemerintahan Jokowi gagal mengelola ekonomi. Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi, mengatakan, rakyat baru saja keluar dari pandemi, ekonomi rakyat kecil baru beranjak bersemi, langsung dihajar dengan kenaikan harga BBM. Ini jelas bukan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Seharusnya pemerintah lebih berempati pada kesulitan yang sudah berlangsung 2,5 tahun sejak pandemi berlangsung.
Menurut Ridho, catatan Partai yang dipimpinnya, kenaikan harga BBM sudah pasti akan memicu kenaikan harga-harga barang lainnya yang akan memberatkan rakyat. Inflasi yang diperkirakan bisa mencapai 8 persen. ‘’Disinilah pangkal masalahnya,” kata Ridho seperti diansir dari berbagai media.
Ridho mengeritik keras pemerintahan Jokowi yang terlihat hanya mau enaknya sendiri dalam mencari sumber pemasukan Negara. Sementara pada saat yang sama terus-menerus mencekik rakyat yang sudah lama dalam kesulitan.”Seharusnya, pemerintah lebih kreatif dalam mencari sumber pemasukan APBN. Jangan cuma bisanya menaikkan pajak dan menaikkan harga-harga barang yang jelas sangat memberatkan ekonomi rakyat. Ujung-ujungnya rakyat juga yang menjadi korban,” ujarnya lagi.
Yang disayangkan, harga minyak mentah berjangka pada pengiriman Oktober yaitu West Texas Intermediate (WTI) turun menjadi 86,61 dolar Amerika per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara untuk pengiriman November, minyak mentah berjangka Brent juga turun menjadi 92,36 dolar Amerika per barel di London ICE Futures Exchange.
Perbandingannnya yang paling dekat, negeri tetangga Malaysia yang menurunkan harga minyak. Pada Agustus, Malaysia baru saja menurunkan harga BBM tipe RON97 sebesar 5 sen yang semula berharga 4,35 ringgit menjadi 4,30 ringgit. Pemerintah Malaysia mengatakan penurunan harga ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kenaikan harga minyak global. (ana)