Mendengar penuturan Rafly, Reno maupun Ari memilih setuju dan tak lagi membahasnya. Mereka pulang dengan hati yang tidak baik-baik saja.
Ari dan Reno pulang dengan rasa penasaran yang begitu besar. Sebab sangat jarang Rafly menceritakan tentang liburannya, dan besok mereka akan mendengarkan Rafly bercerita, ini adalah momen yang sangat jarang terjadi.
Sedangkan Rafly pulang dengan hati yang tercabik-cabik. Ia begitu iri. Sangat iri dengan teman-temannya yang bisa jalan-jalan setiap hari Minggu, Rafly pun ingin diajak liburan oleh Ibu dan Bapak, walau mungkin hanya diajak ke pasar malam di Desa sebelah, tentu Rafly akan sangat bersyukur.
Namun malangnya nasib Rafly, setiap Minggu ia hanya membantu Ibu dan Bapaknya demi bertahan hidup, Tak pernah sekalipun keinginan Rafly untuk liburan dikabulkan, ia ingat saat mendapatkan nilai terbaik di kelas, saat itu Rafly mengatakan ingin dibelikan tas baru, dan Ibunya berusaha membelikannya tas yang diinginkan Rafly, itupun Rafly harus menunggu selama seminggu, karena Ibunya berkata uang untuk membeli tas Rafly tak cukup dan harus menabung dulu.
Rafly tak sekaya temannya, dengan kata lain, Rafly terlahir dari keluarga yang amat sederhana, jangankan untuk liburan, untuk makan sehari-hari saja susah. Sehingga bila teman-temannya menceritakan liburan, atau menceritakan tentang mainan baru mereka, Rafly hanya dapat menutup mata dan telinga, serta ikut bahagia melihat temannya merasakan kebahagiaan dan bisa mendapatkan apa pun dengan mudah, tak seperti dirinya yang harus berusaha keras. Bahkan sekalipun ia berusaha, ia tak mendapatkan hasil sesuai yang ia inginkan.
Sore itu Rafly baru saja pulang dari sungai. Ia dan Bapaknya sangat senang mendapatkan banyak ikan yang bisa dimakan selama beberapa hari ke depan. Rafly yang melihat wajah bahagia sang Bapak segera ia menuturkan keinginannya.
“Pak, bentar lagi kan umurku 17 tahun, Rafly ingin kado liburan, boleh tidak, Minggu depan Rafli, Rini, dan Ibu serta Bapak, jalan-jalan ke desa sebelah? Katanya pasar malam makin ramai di sana, Rini kan, juga belum pernah ke pasar malam. Adikku pasti senang kalau diajak jalan-jalan.”
Rafly menyampaikan keinginannya dengan riang, sesekali ia mengangkat jaring ikan milik Bapaknya yang telah usang ke udara. Berharap Bapaknya mau mengabulkan, keinginannya tak muluk-muluk.
Ia hanya ingin merasakan liburan bersama keluarga sebagaimana yang temannya rasakan, tak juga Rafly memilih tempat yang jauh dan mahal, hanya ke pasar malam, untuk melihat berbagai pertunjukan sulap, melihat keramaian atau mungkin memakan satu atau dua jajanan di sana.
Tapi meskipun keinginannya amat sederhana tentu bagi sang Bapak itu sulit diwujudkan, mengingat perjalanan ke Desa sebelah juga memerlukan biaya.