Menurut Elma, bagaimana perempuan bisa keluar dari zona budaya patriarki, harus dimulai dari kesadaran diri sendiri sedini mungkin. Tumbuhkan budaya demokratis dalam segala aspek, akan menjamin keharmonisan diantara sesama. Dengan begitu, pikiran dan perbuatan yang patriarkis dapat perlahan dihilangkan.
“Sebagai perempuan, saya harus menanamkan dalam diri, agar bagaimana diskriminasi terhadap perempuan itu harus dilawan. Contohnya, larangan pulang malam bagi perempuan. Kalau cara saya mengatasi itu, saya perlahan mencoba membicarakan itu kepada orang tua saya tentang kegiatan-kegiatan yang saya lakukan di luar rumah. Karena saya juga orangnya anak organisatoris jadi memang basic-nya itu sering keluar atau pulang malam, hingga orang tua saya mengerti hal itu,” ungkapnya.
Di berbagai organisasi kini, memang mulai memakai sistem kesetaraan gender dalam persoalan memimpin dan lainnya. Semua sama tanpa ada sekat jenis kelamin, selama orang itu mampu dan bisa. Dan juga sebagai perempuan, harus mensosialisasikan tentang kesetaraan gender, baik kepada laki-laki maupun perempuan.
“Karena saya berharap agar bagaimana bisa teman-teman paham akan kesetaraan gender, supaya tidak terjadi lagi sekat jenis kelamin di antara kami. Dengan begitu, budaya patriarki yang sudah mengakar, perlahan dihilangkan.”
“Untuk perempuan, semoga perempuan sadar akan banyaknya diskriminasi terhadap perempuan, dan menyadari agar bagaimana bisa bersatu untuk melawan diskriminasi dan budaya patriarki ini. Dan sesama perempuan, mulailah untuk saling menguatkan sesama perempuan. Kenapa saya katakan menguatkan, karena masih banyak perempuan sendiri yang mendiskriminasi teman perempuannya. Karena kuatnya pengaruh budaya patriarki sekarang,” lanjut Elma.
“Perempuan mari kita bersatu untuk sadar dan menghilangkan diskriminasi tentang tubuh dan diri kita, agar mereka bisa berkembang optimal dan tumbuh menjadi perempuan tangguh dan perempuan yang berkontribusi terhadap perekonomian dan membawa dunia lebih baik lagi,” tutup Elma Wahyuni. (Nurwahida Jumrah)