Oleh : Ahmad Khozinudin (Sastrawan Politik)
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan harga BBM subsidi jenis pertalite seharusnya Rp14.450 per liter atau lebih mahal dari harganya saat ini, Rp7.650 per liter. Sementara harga solar Rp13.950 per liter atau di atas harganya saat ini Rp5.150 per liter.
“Kita jualnya hanya Rp7.650 per liter. Ada perbedaan Rp6.800 per liter itu harus kita bayar ke Pertamina. Itulah subsidi kompensasi,” ujar Sri Mulyani saat menghadiri rapat kerja bersama DPD RI, di Gedung DPR/MPR RI, Kamis (25/8).
Lagi-lagi, rakyat dijadikan kambing hitam, subsidi membebani APBN. Padahal, adanya negara itu untuk meringankan beban rakyat, bukan cuma memindahkan beban APBN ke pundak rakyat.
Berulangkali pusing dengan subsidi BBM tapi enggan menerima solusi Islam. Kalau Islam dijadikan Solusi, diterapkan melalui sistem Khilafah, selesai itu urusan BBM.
Kenapa ? Karena Islam menyelesaikan sengkarut BBM itu dari akar masalahnya, bukan cabangnya. Bagaimana Islam menyelesaikan masalah BBM ini?
*Pertama,* dalam Islam filosofi bernegara itu melayani rakyat, bukan berdagang dengan rakyat. Negara hadir untuk meringankan beban rakyat, bukan menambah beban rakyat.
APBN dibiayai pajak rakyat, tapi kenapa negara pelit mensubsidi rakyat ? negara malah mau jualan BBM kepada rakyat ?
Itu semua karena negeri ini menerapkan kapitalisme sekuler. Para kapitalis migas yang berbisnis di sektor hilir tidak untung kalau BBM terus disubsidi. Mereka maunya diliberalisasi, agar mereka untung beliung.
*Kedua,* minyak dan gas itu dalam Islam harta milik umum (al Milkiyatul Ammah). Tidak boleh diserahkan swasta, asing maupun aseng, harus negara yang mengelola sebagai wakil rakyat.
Faktanya, migas dan harta tambang yang melimpah di negeri ini semua mayoritasnya dikuasai swasta, asing dan aseng. Andaikan semua sektor milik umum ini dikuasai negara, sudah pasti BBM murah dan bisa digratiskan kepada rakyat.
Memang benar, total produksi nasional BBM kita hanya kisaran 800.000 KL/hari. Sementara total konsumsi nasional sekitar 1.200.000 KL/hari. Artinya, ada BBM yang musti diimport sebagiannya.
Namun kalau semua tambang dikelola negara, kita memiliki stok BBM gratis, hanya keluar biaya lifting dan penyulingan untuk 800.000 KL/hari. Sementara sisanya, dapat diimport dari keuntungan tambang lainnya, misalnya dari keuntungan batubara, emas, nikel, dll.
Kalau negeri ini dikelola dengan Islam melalui Khilafah, sudah pasti Negara dapat memberikan pelayanan BBM murah bahkan gratis kepada rakyat. Bukan seperti saat ini, dikit-dikit pemerintah mengeluh APBN terbebani dan memindahkan beban itu ke pundak rakyat.
*Ketiga,* sistem Islam yang diterapkan Khilafah mengharamkan pasar komodity berkangka yang selama ini dijadikan media transaksi BBM dunia. Sektor ‘judi’ inilah, yang membuat harga BBM 800 % lebih mahal, karena adanya suplay n demand semu di pasar komoditi berjangka.
Karena masalah inilah, BBM berulangkali dinaikan dengan dalih kenaikan harga minyak dunia. Meskipun, kalau BBM dunia turun, pemerintah tidak menurunkan harga BBM nasional.
Kalau dalam Islam, transaksi BBM nanti wajib antara penjual dan pembeli, dan wajib yadan bi yadin (diserah terimakan). Bukan seperti pasar komoditi berjangka, yang melewati puluhan bahkan ratusan pialang, dan barang yang ditransaksikan bisa diperjualbelikan ratusan hingga ribuan kali, padahal belum ada serah terima barang (tidak terpenuhi syarat akad al Bai’ dalam Islam, berupa penyerahan barang yang diperjualbelikan).
Jadi gitu saja Bu Sri Mulyani. Kalau pusing ngurus negara dengan sistem kapitalis, segeralah beralih pada Islam. Urus keuangan negara dengan Syariah, melalui institusi Khilafah. InsyaAllah berkah. [].