Frekuensi dalam kuesioner K10 digambarkan dalam 5 poin dengan tanggapan: 1) sangat sering, 2) sering, 3) kadang-kadang, 4) pernah, dan 5) tidak pernah terjadi. Tanggapan ini diberi skor 4-0 dan dijumlahkan untuk menghasilkan rentang skor 0-40. Skor di bawah 20 menunjukkan tidak stres, 20-24 sebagai stres ringan, 25-29 sebagai stres sedang, dan 30 sebagai stres berat.
Berdasarkan kuesioner ini diketahui bahwa sebagian besar subjek (74,4%) kondisinya stres (ringan, sedang, dan berat). Hasil riset ini berbeda dengan penelitian serupa di Belanda yang menunjukkan bahwa pembawa sifat serupa kurang terpengaruh oleh peristiwa stres sehari-hari.
Kejadian gangguan jiwa meningkat pada usia semakin tua berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, namun dalam penelitian ini subjek adalah usia 18 tahun dengan kejadian stres yang cukup tinggi (74%).
Respons terhadap rangsangan stres dapat dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan, kecenderungan genetik, dan mekanisme epigenetik. Epigenetik adalah studi yang mempelajari perubahan karakter individu yang disebabkan adanya modifikasi selain perubahan genetik, misalnya modifikasi molekul asam nukleat, protein histon yang mengemas DNA, sehingga hal itu dapat memengaruhi jumlah protein yang dihasilkan.
Mekanisme epigenetik mengatur ekspresi beberapa gen yang terlibat di dalam struktur dan fungsional perubahan di otak.
Tingkat reaktivitas emosional terhadap stres kehidupan sehari-hari bergantung pada individu. Tingkat reaktivitas emosional yang lebih tinggi menunjukkan gejala gangguan psikologis.
Meski data riset ini berasal dari populasi yang masih sedikit, namun sudah terlihat bahwa kejadian variasi genetik cukup signifikan mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap stres. Dengan demikian, laporan kejadian gangguan jiwa di Indonesia yang cukup tinggi memang berbasis kejadian variasi genetik.
Manfaat praktis
Riset seperti ini bisa dipakai untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Maksudnya, jika secara genetik seseorang tahu bahwa dia memiliki daya tahan kejiwaan yang tidak begitu kuat, dia bisa mengukur beban pekerjaan yang masih mampu diselesaikan dalam waktu tertentu.
Jika merasa berat dengan sebuah tugas, dia bisa memecah tugas itu menjadi bagian yang lebih kecil-kecil atau lebih sedikit dan menambah waktu penyelesaian.
Saran dari hasil penelitian ini untuk riset yang akan datang adalah menambahkan pasien dengan gangguan psikologis sebagai pembanding dengan subjek sehat. Hal ini juga untuk mengkonfirmasi keterlibatan variasi gen DNMT3A dalam kerentanan stres kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan variasi genetik secara individual dapat meningkatkan kesadaran seseorang terhadap pemicu yang dapat menambah stres. Tidak hanya beban pekerjaan, tapi juga pemicu lainnya seperti masalah keluarga. Dengan mengetahui kemampuan diri untuk menghadapi pemicu stres dalam kehidupan sehari-hari, maka hal ini dapat meningkatkan kualitas hidup kita.
Sumber :The Conversation