FAJARPENDIDIKAN.co.id-Kepiting tapal kuda, yang juga dikenal sebagai mimi atau belangkas, tampak memang tak selucu hawan laut lainnya. Tapi, riset terbaru menyebut spesies yang telah hidup sejak 450 juta tahun lalu itu bisa menjadi pemain kunci dalam pengembangan vaksin virus corona.
Nah, elangkas sebenarnya bukan kepiting atau krustasea, tetapi ia masuk kelompok Xiphosura yang fisiologisnya jarang berubah dalam ratusan juta tahun. Karena belangkas paling awal telah hidup sejak 450 juta tahun lalu, berarti mereka juga telah hidup sekitar 200 juta tahun sebelum kehadiran dinosaurus. Darahnya pun unik, terkhusus belangkas Atlantik, tidak seperti darah manusia dan mamalia lainnya (yang kaya zat besi).
Hewan dengan nama ilmiah Limulus polyphemus ini memiliki darah yang kaya tembaga dan sebiru es. Alih-alih dilengkapi sel darah putih, darah belangkas diisi dengan sel amebosit, yang sangat efektif dalam mendeteksi endotoksin atau racun bakteri. Bahkan, amebosit dalam level yang sangat sedikit mampu memicu pembentukan koagulasi atau mengubah darah menjadi zat jeli.
Sifat darah belangkas Atlantik yang luar biasa itu telah dieksploitasi oleh para produsen makanan dan perusahaan farmasi. Selama beberapa dekade, darahnya sangat berguna untuk menguji apakah sebuah produk seperti vaksin bebas dari kontaminasi bakteri.
Namun, berkat darahnya yang berkhasiat, populasi liar hewan ini menjadi terancam punah. Polemik pemanfaatan darah belangkas Atlantik juga menjadi perdebatan panas baru-baru ini, karena antisipasi permintaan yang lebih banyak untuk pengembangan vaksin COVID-19, penyakit yang disebabkan virus corona SARS-CoV-2.
Menurut The New York Times, peluncuran vaksin COVID-19 akan menuntut penyediaan jumlah belangkas Atlantik yang sangat banyak demi pengujian endotoksin terhadap vaksin global yang berjumlah jutaan atau bahkan miliaran. Para konservasionis menuntut perusahaan farmasi agar memilih alternatif lain sebagai pengganti, semacam zat kimia buatan manusia.
Belangkas Atlantik telah masuk ke dalam daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature) sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan dan populasinya terus menurun.
Spesies ini biasanya dapat ditemukan di sebagian besar pantai Atlantik Amerika, mulai dari daerah pantai Meksiko Yucatán Quintana Roo hingga pantai utara Maine dan New Hampshire. (*)