Indonesia memiliki banyak sekali budaya yang unik yang tersebar dipelosok nusantara dan membuat wisatawan yang datang ke Indonesia takjub dengan keunikan budaya tersebut. Budaya yang terdapat di Indonesia terbentang luas mulai dari Sabang sampai Merauke.
Misalnya saja di Papua. Papua sudah dikenal dengan destinasi wisatanya yang sangat indah. Selain itu Papua mencuri perhatian traveler dengan rumah adat yang mereka tempati. Salah satunya rumah adat Honai. Ternyata rumah adat ini sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka dan sudah dilestarikan hingga saat ini.
Honai merupakan rumah adat Papua yang unik dan memiliki daya tarik tersendiri. Berikut ini keunikan dari rumah adat Honai:
1. Bentuk Rumah yang Mungil
Yang dibayangkan bahwa rumah adalah tempat tinggal yang luas, berisikan ruang tamu, dapur, dan kamar. Lain halnya dengan Rumah Adat Honai, rumah ini justru memiliki ukuran yang sangat kecil dari rumah pada umumnya. bentuknya yang bulat dan atap kerucut ditutupi jerami, kamu juga tidak bisa berdiri tegak jika sudah ada di dalam rumah Honai ini karena ukurannya yang tidak lebih dari 1 meter saja. Tidak ada jendela dan hanya ada satu pintu masuk saja.
Ternyata di balik itu semua, jerami yang digunakan untuk atap rumah honai ini akan memberikan suasana yang sejuk loh! Selain itu dengan bentuknya yang kecil hanya terdapat satu perapian di bagian tengah saja. Uniknya lagi rumah Honai ini dihuni oleh suku Dani yang berjenis kelamin laki-laki dan untuk perempuan bernama rumah Ebe’ai yang berbentuk persegi.
2. Rumah Honai Multifungsi
Selain unik, Rumah Honai pun tidak hanya dijadikan tempat tinggal saja. Rumah Honai juga memiliki fungsi lain yaitu untuk menyimpan umbi-umbian hasil panen dan pengasapan mumi. Rumah Honai yang digunakan untuk pengasapan mumi bisa kamu temukan di Desa Kerulu dan Desa Aikima, tempat 2 mumi paling terkenal di Lembah Baliem.
3. Larangan Rumah Adat Honai
Rumah Adat Honai hanya boleh ditempati oleh pria saja. Wanita dilarang keras untuk masuk ke rumah Honai, walaupun sudah menikah. Hanya pria dan anak laki-laki saja yang boleh masuk, begitupun sebaliknya rumah Ebe’ai hanya boleh ditempati oleh wanita saja. Konon budaya tersebut sudah menjadi budaya turun-menurun dan harus dituruti.