Pemerintah dan Muhammadiyah berbeda soal penetapan 10 Zulhijah atau Hari Raya Iduladha 1443 Hijriah. Menghormati perbedaan itu, pengurus Masjid Darul Muttaqin, Makassar, dua kali menggelar salat Id, yakni pada 9 dan 10 Juli 2022.
Sekretaris Pengurus Masjid Darul Muttaqin Zul Ishaq Nur mengatakan, pelaksanaan salat Iduladha dua kali bukan pertama kali dilakukan. Salat Iduladha dua kali sudah menjadi budaya jika terjadi perbedaan penetapan antara pemerintah dan Muhammadiyah.
“Alhamdulillah di Masjid Darul Muttaqin, itu sudah budaya dan sejak pemerintahan Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Bahwa setiap ada perbedaan waktu di pemerintah dan Muhammadiyah, kami selalu memfasilitasi itu (salat Id),” ujarnya kepada wartawan, Selasa (5/7).
Zul mengaku latar keputusan tersebut diambil untuk menjaga ukhuwah Islamiyah dan silaturahmi antarjemaah di Jalan Minasa Upa. Ia juga menegaskan Masjid Darul Muttaqin memfasilitasi semua organisasi dan aliran Islam untuk beribadah.
“Di sini tidak mengatakan masjid itu milik satu organisasi atau aliran. Jadi masjid itu plurarisme, semua bisa salat di sini. Kita sebagai pengurus masjid hanya pengelola, tapi masjid ini adalah milik umat,” tegasnya.
Karena menggelar salat Iduladha dua kali, pengurus Masjid Darul Muttaqin menyiapkan dua khatib dan imam. Mereka akan menjadi iman dan khatib pada salat Id tanggal 9 dan 10 Juli 2022.
“Khatib (hari) pertama (9 Juli) berasal dari pemerintah atas nama Muh Amri Tajuddin dan Imam Bapak Syamsuddin. Sedangkan Khatib untuk hari kedua adalah pengurus masjid sendiri atas nama Bapak Abdollah dan imamnya Fahmi Izzulhaq,” jelasnya.
Keputusan pengurus Masjid Darul Muttaqin menggelar Salat Iduladha dua kali ternyata mendapatkan respons positif dari masyarakat sekitar. Zul menyebut masyarakat tidak perlu lagi mencari masjid lain untuk bisa salat Iduladha.
“Alhamdulilah, mereka merespons baik apa yg dilakukan pengurus masjid di sini,” kata dia.
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel mengeluarkan maklumat terkait perbedaan pelaksanaan Salat Iduladha antara pemerintah dan Muhammadiyah. Sekretaris MUI Sulsel, Muammar Bakry mengatakan perbedaan tersebut tidak perlu dipermasalahkan.
“MUI Sulsel memandang dalam penetapan awal bulan kamariah alias kalender Islam, terdapat perbedaan metode. Ada dua pendekatan, yakni rukyatul hilal dan hisab. Keduanya berdasarkan Alquran dan hadis serta ijtihad para ulama,” ujarnya.
Ia menegaskan semua pendekatan tersebut mengandung kebenaran. Untuk itu, tidak pantas menyalahkan antara satu dengan yang lainnya. Umat Islam dipersilakan memilih sesuai dengan keyakinannya. “Pilihan itu adalah rahmat bagi umat,” kata dia.
Selain itu, lembaga yang menetapkan 10 Zulhijah juga memiliki kompetensi dalam bidang Falakiyah, baik melalui metode pengamatan hilal maupun hisab.
“Selain dua metode tersebut, hal yang memungkinkan terjadinya perbedaan karena perbedaan letak geografis satu negara yang menyebabkan terjadinya derajat ketinggian hilal yang berbeda beda,” tutupnya.
Sebelumnya, Muhammadiyah menyatakan tanggal 10 Dzulhijjah 1443 jatuh pada 9 Juli 2022. Sementara pemerintah menetapkan Hari Raya Iduladha 1443 H jatuh pada 10 Juli 2022.
Jaga Ukhuah Islamiah
“Khatib (hari) pertama (9 Juli) berasal dari pemerintah atas nama Muh Amri Tajuddin dan Imam Bapak Syamsuddin. Sedangkan Khatib untuk hari kedua adalah pengurus masjid sendiri atas nama Bapak Abdollah dan imamnya Fahmi Izzulhaq,” jelasnya.
Disambut Positif
Sebelumnya, Muhammadiyah menyatakan tanggal 10 Dzulhijjah 1443 jatuh pada 9 Juli 2022. Sementara pemerintah menetapkan Hari Raya Iduladha 1443 H jatuh pada 10 Juli 2022.