“Aku mau mengirim kenangan kepada istriku. Sudah kumasukkan ke botol ini dan kukemas baik-baik. Tolong dijaga baik-baik ya, Nona. Sulit sekali mencari kenangan ini.
Ah, andai saja bisa kuceritakan kepada Anda bagaimana kenangan ini hampir membunuhku, atau nyaris membuatku masuk penjara. Jadi tolong dijaga, Nona. Aku berharap kenangan ini bisa tiba tepat waktu kepada istriku itu. Dia seorang perempuan yang manis.”
Pegawai kantor pengiriman itu tersentak mendengar pengakuan dari seorang lelaki gondrong yang sedang duduk begitu dekat di depannya.
Begitu dekat, hanya diantarai sebuah meja kecil berukuran tak lebih empat jengkal. Begitu dekat, sehingga pegawai yang baru saja dipanggil Nona itu bisa lebih leluasa meneliti wajah lelaki gondrong yang membuatnya heran setengah mati itu.
Mengirim kenangan? Apakah mungkin? Ini tahun kelima ia bekerja di kantor jasa pengiriman itu. Telah ribuan pelanggan yang datang kepadanya dengan segala rupa paketan yang minta dikirimkan, tapi tak sekali pun ada yang pernah memintanya mengirim kenangan seperti yang tengah yang dilakukan lelaki gondrong di depannya itu.
“Maaf, Nona, apakah Anda mendengarku?”
Pegawai perempuan itu tak menjawab. Matanya masih lekat menatapi wajah lelaki gondrong di hadapannya, sementara pikirannya sibuk mengira-ngira banyak hal tentang alasan apa yang kira-kira bisa membuat seorang suami berpikir mengirim sebuah kenangan kepada istrinya?
Mungkin mereka sudah tak serumah lagi dan lelaki itu sedang merindukan istrinya. Oh, tentu saja itu alasan yang masuk akal. Semua orang yang ingin kembali berurusan dengan kenangannya, tentulah tersebab rindu.