Memasuki bulan suci Ramadan, umat Islam yang berhadas besar diharuskan untuk menyucikan diri dengan mandi wajib.
Proses penyucian ini bertujuan untuk membersihkan diri, pikiran, hati agar keadaannya telah bersih dan ibadah salat dan puasa yang dilakukan sah.
Mandi wajib yang disebut juga dengan mandi besar atau mandi junub dilakukan setelah berhubungan seksual, setelah keluar air mani, serta setelah selesai haid dan nifas bagi perempuan.
Perbedaan mandi wajib dan mandi biasa terletak pada dua rukun yang harus dipenuhi, yakni membaca niat mandi wajib dan membasahi seluruh bagian badan dari ujung rambut hingga ujung kaki tanpa terkecuali.
Doa Niat Mandi Wajib
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
Nawaitu ghusla lifrafil hadatsil akbari fardhan lillahi ta’ala.
Artinya: “Aku berniat mandi besar untuk menghilangkan hadas besar fardhu karena Allah ta’ala.”
Niat boleh dilafalkan secara lisan, bisa diucapkan dalam bahasa Arab maupun Indonesia. Niat ini disebutkan bersamaan saat air pertama kali disiramkan ke tubuh.
Membaca niat.
Mendahulukan mengambil air wudu, yakni sebelum mandi disunatkan berwudu terlebih dahulu.
Menghadap kiblat sewaktu mandi dan mendahulukan bagian kanan dari pada kiri.
Mengucap ‘Bismillahirrahmaanirrahiim’ pada permulaan mandi.
Membasuh seluruh badan menggunakan air, yakni meratakan air ke semua rambut dan kulit.
Mendahulukan membasuh segala kotoran dan najis dari seluruh badan.
Membasuh badan sampai tiga kali.
Membaca doa sebagaimana membaca doa sesudah berwudu.
Pada bulan puasa, tak menutup kemungkinan apabila suami dan istri melakukan hubungan intim di malam hari, lalu baru sempat mandi junub setelah imsak.
Apakah hal tersebut diperbolehkan atau menunda mandi setelah melewati imsak dapat membatalkan puasa?
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpai waktu fajar di bulan Ramadan dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari hadis di atas, para ulama menyimpulkan bahwa hukum mandi junub setelah imsak adalah mubah (diperbolehkan). Bahkan ulama juga mengatakan mandi junub boleh diakhirkan hingga waktu subuh, mengingat saat salat subuh tentu harus sudah dalam keadaan suci.
Kemudian, puasa seseorang yang mandi junub setelah imsak tetap sah. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, Rasulullah SAW pernah melakukan mandi junub di waktu fajar. Beliau tetap menjalankan puasa dan tidak perlu mengqadha.
Sahnya puasa ketika seseorang mandi junub setelah imsak, dipertegas lagi dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik dan Al-Muwathatha’.
Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Seorang lelaki berhenti di pintu lalu berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan aku ikut mendengar, ‘Wahai Rasulullah, aku masih junub ketika masuk waktu subuh, padahal aku ingin berpuasa'”
“Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Aku juga pernah pada subuh tengah junub dan aku ingin berpuasa maka aku pun mandi dan berpuasa'”
“Laki-laki itu berkata lagi, ‘Wahai Rasulullah, Anda tidak sama seperti kami. Allah telah mengampuni dosa-dosa Anda yang telah lampau maupun yang akan datang'”
“Beliau pun bersabda, ‘Demi Allah! Aku sangat berharap agar aku menjadi orang yang paling takut kepada Allah dibandingkan kalian semua. Aku yang paling tahu dengan aturan yang bisa membuat aku bertakwa'”
Itulah bacaan niat dan tata cara mandi wajib di bulan Ramadan. Orang junub dianjurkan untuk menyegerakan mandi wajib agar ketika beribadah menghadap Allah telah dalam keadaan yang bersih.