Hukum Pernikahan di Indonesia, Bolehkah Menikah Beda Agama?

Belakangan ini sedang viral pernikahan beda agama yang tersebar di berbagai media sosial. Majelis Agama Tingkat Pusat atau yang biasa dikenal dengan (MATP) juga telah mengatur mengenai pernikahan beda agama ini. MATP telah memberikan kewenangan sepenuhnya kepada masing-masing agama guna menentukan ketentuan pernikahan masing-masing sesuai dengan ajaran dalam agama tersebut. Termasuk di dalamnya adalah hukum pernikahan beda agama.

Pasalnya, permasalahan yang kerap terjadi karena adanya pertanyaan mengenai, apakah agama yang dianut oleh masing-masing pihak tersebut membolehkan untuk dilakukannya perkawinan beda agama. Misalnya, dalam ajaran Islam wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam (Al Baqarah [2]: 221).

Di Islam sendiri, di mana MUI menjadi instansi tertinggi dalam menentukan keputusannya mengenai nikah beda agama menurut Islam, telah sepakat menyatakan dan memberikan fatwa jika pernikahan beda agama yang dilakukan dalam agama Islam haram hukumnya dan membuat akad nikah dari pernikahan tersebut tidak sah secara agama.

Baca Juga:  Kick-Off HPN 2025, PWI Pusat Peringati Hari Pahlawan

Selain itu, juga dalam ajaran Kristen perkawinan beda agama dilarang (II Korintus 6: 14-18).

Bolehkah Menikah Beda Agama?

Dalam hal ini, jika Anda sebagai pihak laki-laki yang beragama Islam, dan dalam ajaran Islam masih diperbolehkan untuk menikah beda agama apabila pihak laki-laki yang beragama Islam dan pihak perempuan beragama lain. Namun, dalam ajaran Katolik yang dianut oleh pasangan Anda pada prinsipnya dilarang adanya perkawinan beda agama.

Akan tetapi, pada praktiknya memang masih dapat terjadi adanya perkawinan beda agama di Indonesia. Guru Besar Hukum Perdata Universitas Indonesia Prof. Wahyono Darmabrata, menjabarkan ada 4 cara populer yang ditempuh pasangan beda agama agar pernikahannya dapat dilangsungkan. Menurut Wahyono, 4 cara tersebut adalah:

  1. Meminta penetapan pengadilan;
  2. Perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama;
  3. Penundukan sementara pada salah satu hukum agama; dan
  4. Menikah di luar negeri.

Adapun yurisprudensi Mahkamah Agung (“MA”) yaitu Putusan MA No. 1400 K/PDT/1986. Putusan MA tersebut antara lain menyatakan bahwa Kantor Catatan Sipil saat itu diperkenankan untuk melangsungkan perkawinan beda agama. Kasus ini bermula dari perkawinan yang hendak dicatatkan oleh pemohon perempuan beragama Islam dengan pasangannya beragama Kristen Protestan.

Baca Juga:  Berantas Judi Online, Pemerintah Tetapkan Tiga Prioritas

Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa dengan pengajuan pencatatan pernikahan di Kantor Catatan Sipil telah memilih untuk perkawinannya tidak dilangsungkan menurut agama Islam. Dengan demikian, pemohon sudah tidak lagi menghiraukan status agamanya (Islam), maka Kantor Catatan Sipil harus melangsungkan dan mencatatkan perkawinan tersebut sebagai dampak pernikahan beda agama yang dilangsungkan.

Dalam hal ini apabila Anda berkeinginan untuk mencatatkan perkawinan di Kantor Catatan Sipil, maka berdasarkan pada Putusan MA tersebut Anda dapat memilih untuk menundukkan diri dan melangsungkan perkawinan tidak secara Islam. Kemudian, apabila permohonan pencatatan perkawinan Anda dikabulkan oleh pihak Kantor Catatan Sipil, maka perkawinan Anda adalah sah menurut hukum.

- Iklan -

Sumber: Hukumonline.com

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU