Hukum Puasa Nisfu Syaban, Simak Ceramah Ustaz Adi Hidayat

Nisfu Syaban akan diselenggarakan mulai Selasa 7 Maret 2023 sampai Rabu 8 Maret 2023. Malam Nisfu Syaban merupakan salah satu malam yang ditunggu-tunggu umat Islam. Menurut ajaran Nabi Muhammad SAW, malam Nisfu Syaban memiliki banyak keutamaan. Berikut hukum dan makna puasa Nisfu Syaban di bawah ini.

Oleh karena itu, masyarakat musim menyambut malam Nisfu Syaban dengan beribadah sepanjang malam. Beberapa amalan yang biasa dilakukan di tengah-tengah Syaban seperti salat sunah, membaca Al-Quran dan berdoa serta memohon ampunan dari Allah SWT.

Hukum Puasa Nisfu Syaban

Melansir islam.nu.or.id, Puasa Syaban adalah puasa yang dilakukan di bulan Syaban. Hukumnya sunah berdasarkan hadis-hadis sahih dari Nabi Muhammad SAW, yang di antaranya adalah dua hadis berikut:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: لَا يُفْطِرُ؛ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لَا يَصُومُ. وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ)

Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: Rasulullah SAW sering berpuasa sehingga kami katakan: ‘Beliau tidak berbuka’; beliau juga sering tidak berpuasa sehingga kami katakan: ‘Beliau tidak berpuasa’; aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadlan; dan aku tidak pernah melihat beliau dalam sebulan (selain Ramadhan) berpuasa yang lebih banyak daripada puasa beliau di bulan Syaban’.” (Muttafaqun ‘Alaih. Adapun redaksinya adalah riwayat Muslim).

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: … كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً. (رواه مسلم)

Artinya: “Diriwayat dari ‘Aisyah ra, ia berkata: Rasulullah SAW sering berpuasa Syaban seluruhnya; beliau sering berpuasa Syaban kecuali sedikit saja’.” (HR Muslim).

Merujuk Imam An-Nawawi, para ulama menjelaskan bahwa redaksi kedua: “Beliau sering berpuasa Syaban kecuali sedikit saja”, merupakan penjelas bagi redaksi pertama, yaitu: “Rasulullah SAW sering berpuasa Syaban seluruhnya”. Maksudnya, redaksi kedua itu menjelaskan, maksud Rasulullah SAW sering berpuasa Syaban seluruhnya adalah berpuasa pada sebagian besarnya. (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ Syarhul Muhaddzab, juz VI, h. 386).

Selain itu, ada hadis yang mengharamkan puasa pada separuh kedua bulan Syaban, yaitu:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا اِنْتَصَفَ شَعْبَانَ فَلَا تَصُومُوا. (رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ)

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, sungguh Rasullah saw bersabda: Ketika Syaban sudah melewati separuh bulan, maka janganlah kalian berpuasa.” (HR Imam Lima: Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Selasa, 12 November 2024: Hidup yang Diubahkan

Makna Bulan Syaban

Ustaz Adi Hidayat menceritakan sebuah hikayat tentang awal mula bulan Syaban. Sejak zaman Jahiliah masyarakat Arab tempo dulu berusaha untuk membentuk kelompok-kelompok kecil yang menyebar ke seluruh tempat di wilayah padang pasir untuk mencari sumber air.

- Iklan -

Kemudian menyiapkan tempat-tempat tertentu, penampungan-penampungan air sebagai persiapan menuju bulan kesembilan yang terik dan panas membakar sehingga berpotensi menjadikan sumur-sumur air menjadi kering dan aktivitas juga menjadi terbatas.

Ustaz Adi Hidayat menuturkan, bulan kesembilan itulah saat panas terik memancar disebut dengan Ramadhan, masyarakat menyebut dengan Ramadhan dari kata Ramadha yang berarti terik panas membakar.

“Jika kita ingin jadikan bentuknya superlative, lebih meningkat lagi, lebih membakar lagi maka tambahkan Alif dan Nun di ujungnya, maka masyarakat menyebutnya dengan Ramadhan, bulan, masa, waktu yang sangat terik membakar yang sangat panas membakar,” terang Ustaz Adi Hidayat dilansir dari kanal Youtube Adi Hidayat Official.

Karena itulah sebulan sebelumnya masyarakat tersebut kemudian membagi tugas per kelompok-kelompok. Pengelompokan-pengelompokan untuk menyebar disebut dengan tasya’ub namanya, keadaannya disebut dengan Syaban.

“Maka di bulan Syaban bulan yang kedelapan, masyarakat itu bertugas berpencar mencari sumber-sumber air untuk ditampung dan dikumpulkan sebagai persiapan di bulan yang kesembilan yaitu bulan Ramadan,” urainya.

Di masa Islam, nama-nama bulan ini dipertahankan dalam perjalanan di tahun Hijriah dari mulai Al Muharram atau Muharram sampai dengan bulan Zulhijah, dari bulan pertama sampai dengan bulan yang kedua belas.

Menariknya pada bulan Syaban sampai dengan bulan Ramadhan ada pergantian kembali ada pelebaran dari makna yang dulu maknanya lebih kepada menunjukkan suasana, iklim, cuaca, yang panas membakar, yang terik luar biasa.

Ustaz Adi Hidayat menjabarkan, secara metafora makna itu dibawa dalam nilai-nilai syariat, nilai pendidikan spiritual, orang-orang yang saat Ramadhan mau meningkatkan amalnya, membangun ketaatan, meninggalkan maksiat, bertaubat kepada Allah.

“Maka Ramadhan akan memberikan panas terik membakar dosa-dosanya, menggugurkan kesalahan-kesalahannya, mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan Taqarrub yang sangat indah sehingga berpeluang diterima amal, diberikan kemuliaan, dan mungkin juga bisa berpotensi wafat dalam keadaan husnul khotimah dan kembali menjadi hamba yang sholeh,” paparnya.

Untuk itu perlu persiapan, tidak semua orang yang sampai ke bulan Ramadhan boleh jadi mendapatkan peningkatan takwa, dapat manfaat dari tobatnya, bisa terdorong untuk meningkatkan ketaatan, belum tentu kalau dia tidak sungguh-sungguh, kalau dia tidak serius.

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Kamis, 7 November 2024: Situasi Suci yang dalam Kendali Tuhan

Karena itu ayat puasa ketika dihadirkan di ayat 183 di surat Al-Baqarah itu, di penghujung Allah akhiri dengan kalimat la’allakum tattaqụn agar umat muslim mampu meningkatkan takwa.

Surat Al Baqarah ayat 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ – ١٨٣

Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba ‘alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba ‘alallażīna ming qablikum la’allakum tattaqụn

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Namun apakah semua yang puasa bisa meningkat takwa? Ustadz Adi Hidayat menjawab belum tentu, karena la’allakum dikenal dengan huruf yang menunjukkan terpenuhinya satu harapan dengan syarat kesungguhan, keseriusan untuk mewujudkannya.

Di antara keseriusan itu maka citranya secara metafora diambil dari bulan sebelumnya bulan Syaban, bulan kedelapan saat banyak orang di masa pra Islam mengumpulkan air untuk persiapan bulan kesembilan maka air berikutnya yang kita siapkan menuju Ramadhan adalah air-air spiritual.

“Air-air yang bukan hanya melapangkan dahaga, menghilangkan haus, tapi air yang bisa menumbuhkan nilai-nilai ketaatan, yang bisa menggemburkan kembali, menyuburkan kembali hati-hati yang kering. Karena itulah banyak ayat dalam Al Quran yang menyebut tentang air, kata Alma yang mewakili air saja setidaknya disebutkan 63 kali dalam Al Quran,” tutur Ustaz Adi Hidayat.

Ustaz Adi Hidayat mengatakan, jika tidak dimulai dari bulan Syaban, tidak mudah untuk menjalani Ramadhan, karena itu ia mengimbau memanfaatkan bulan Syaban untuk mengumpulkan banyak air spiritual, berlatih ibadah, meningkatkan ketaatan sehingga nanti mampu terbiasa saat masuk bulan Ramadhan.

Sehingga itulah rahasia dan makna di balik bulan Syaban yakni mampu menumbuhkan nilai-nilai ketaatan pada diri umat muslim. “Jadi Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk beradaptasi puasa terlebih dahulu, tingkatkan amal saleh, cari air spiritual sejak bulan Syaban,” kata dia.

Sehingga ketika terkumpul semua bekal-bekal spiritual itu, maka siap kita manfaatkan di bulan Ramadhan, siap digunakan untuk bulan Ramadhan.

Nabi Muhammad SAW bahkan pernah disebutkan menunaikan puasa di Syaban seutuhnya atau sepenuhnya. Ada juga yang menafsirkan Nabi SAW kadang-kadang berpuasa, ini menunjukkan kesan memperbanyak latihan, memperbanyak mendekat kepada Allah SWT.

“Semoga dengan itu dapat menghantarkan kesiapan pada bulan Ramadhan untuk membangun ketaatan, mendekatkan kepada Allah SWT dan membakar semua dosa dan kesalahan yang pernah diperbuat,” pungkas Ustaz Adi Hidayat.

Itulah hukum dan makna puasa Nisfu Syaban di atas, semoga bermanfaat!

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU