Oleh Akhuukum Fillaah:
Abu Hashif Wahyudin Al-Bimawi
بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ
Sepantasnyalah bagi seorang muslim untuk mengetahuinya agar ia berada di atas ilmu dalam melakukan ibadahnya dan di atas keterangan yang nyata dari urusannya.
Berikut ini aku sebutkan hukum-hukum tersebut secara ringkas:
- Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor domba jantan [1] yang di sembelihnya setelah shalat Ied.
Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan:
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَلاَةَ فَلَيْسَ مِنَ النُّسُكِ فِي شَيءٍ، وَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدْ مَهُ لأَهْلِهِ
“Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka tidaklah termasuk qurban sedikitpun, akan tetapi hanyalah daging sembelihan biasa yang di berikan untuk keluarganya.” [HR. Bukhari (5560) dan Muslim (1961) dan Al-Bara’ bin azib]
2. Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada para sahabatnya agar mereka menyembelih jadza’ dari domba, dan tsaniyya dari yang selain domba.
Mujasyi bin Mas’ud Radhiyallaahu ‘anhu mengabarkan bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْجَدَعَ مِنَ الضَّأنِ يُوْفِي مِمَّا يُوْفِي مِنْهُ الثَنِيُّ مِنَ الْمَعْزِ
“Sesungguhnya jadza’ dari domba memenuhi apa yang memenuhi tsaniyya dari kambing.” [Shahihul Jami’” (1592), lihat ”Silsilah Al-Ahadits Adl-Dlaifah” (1/87-95)]
3. Boleh mengakhirkan penyembelihan pada hari kedua dan ketiga setelah Idul Adha.
Sebagaimana hadits yang telah tsabit dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَبَحٌ
“Setiap hari Tasyriq ada sembelihan.”
Berkata Ibnul Qayyim Rahimahullah: “Ini adalah madzhabnya Ahmad, Malik dan Abu Hanifah semoga Allah merahmati mereka semua. Berkata Ahmad : Ini merupakan pendapatnya lebih dari satu sahabat Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Al-Atsram menyebutkannya dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas Radhiyallaahu ‘anhum.” [Zadul Ma’ad (2/319)]
4. Termasuk petunjuk Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bagi orang yang ingin menyembelih qurban agar tidak mengambil rambut dan kulitnya walau sedikit, bila telah masuk hari pertama dari sepuluh hari yang awal bulan Dzulhijjah. Telah pasti larangan yang demikian itu. [Telah lewat takhrijnya pada halaman 66, lihat ‘Nailul Authar” (5/200-203)
Berkata An-Nawawi dalam Syarhu Muslim (13/138-39): “Yang di maksud dengan larangan mengambil kuku dan rambut adalah larangan menghilangkan kuku dengan gunting kuku, atau memecahkannya, atau yang selainnya. Dan larangan menghilangkan rambut dengan mencukur, memotong, mencabut, membakar atau menghilangkannya dengan obat tertentu [4] atau selainnya. Sama saja apakah itu rambut ketiak, kumis, rambut kemaluan, rambut kepala dan selainnya dari rambut-rambut yang berada di tubuhnya”.
Berkata Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (11/96): “Kalau ia terlanjur mengerjakannya maka hendaklah mohon ampunan pada Allah Ta’ala dan tidak ada tebusan karenanya berdasarkan ijma, sama saja apakah ia melakukannya secara sengaja atau karena lupa.”
Penuturan dari beliau Rahimahullah mengisyaratkan haramnya perbuatan itu dan sama sekali dilarang (sekali kali tidak boleh melakukannya -ed) dan ini yang tampak jelas pada asal larangan nabi.
5. Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam memilih hewan kurban yang sehat, tidak cacat. Beliau melarang untuk berkurban dengan hewan yang terpotong telinganya atau patah tanduknya [5]
Beliau memerintahkan untuk memperhatikan kesehatan dan keutuhan (tidak cacat) hewan qurban, dan tidak boleh berqurban dengan hewan yang cacat matanya, tidak pula dengan muqabalah, atau mudabarah, dan tidak pula dengan syarqa’ ataupun kharqa’ semua itu telah pasti larangannya. [6]
Boleh berkurban dengan domba jantan yang di kebiri karena ada riwayat dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang di bawakan Abu Ya’la (1792) dan Al-Baihaqi (9/268) dengan sanad yang di hasankan oleh Al-Haitsami dalam ” Majma’uz Zawaid” (4/22).
6. Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyembelih qurban di tanah lapang tempat dilaksanakannya shalat. [Di riwayatkan oleh Al-Bukhari (5552) An-Nasai 97/213) dan Ibnu Majah (3161) dari Ibnu Umar]
7. Termasuk petunjuk Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa satu kambing mencukupi sebagai qurban dari seorang pria dan seluruh keluarganya walaupun jumlah mereka banyak. Sebagaimana yang di katakan oleh Atha’ bin Yasar *[7]* : Aku bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshari : “Bagaimana hewan-hewan kurban pada masa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam…?” Ia menjawab : “Jika seorang pria berqurban dengan satu kambing darinya dan dari keluarganya, maka hendaklah mereka memakannya dan memberi makan yang lain.” [8]
8. Di sunnahkan bertakbir dan mengucapkan basmalah ketika menyembelih qurban, karena ada riwayat dari Anas bahwa ia berkata:
ضَحَّى النَّبِيُّ بِكَبْشيْنِ أَملَحَيْنِ أَقْرنَيْنِ، ذَبْحَهُمَا بِيَدِهِ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ، وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَا حِهِمَا
“Artinya : Nabi berqurban dengan dua domba jantan yang berwarna putih campur hitam dan bertanduk. beliau menyembelihnya dengan tangannya, dengan mengucap basmalah dan bertakbir, dan beliau meletakkan satu kaki beliau di sisi-sisi kedua domba tersebut.” *[Di riwayatkan oleh Bukhari (5558), (5564), (5565), Muslim (1966) dan Abu Daud (2794)]
9. Hewan qurban yang afdhal (lebih utama) berupa domba jantan (gemuk) bertanduk yang berwarna putih bercampur hitam di sekitar kedua matanya dan di kaki-kakinya, karena demikian sifat hewan qurban yang di sukai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. *[Sebagaimana dalam hadits Aisyah yang di riwayatkan Muslim (1967) dan Abu Daud (2792)]
10. Disunnahkan seorang muslim untuk bersentuhan langsung dengan hewan qurbannya (menyembelihnya sendiri) dan di bolehkan serta tidak ada dosa baginya untuk mewakilkan pada orang lain dalam menyembelih hewan qurbannya. [9]
11. Disunnahkan bagi keluarga yang menyembelih qurban untuk ikut makan dari hewan qurban tersebut dan menghadiahkannya serta bersedekah dengannya. Boleh bagi mereka untuk menyimpan daging qurban tersebut.
Berdasarkan sabda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
كُلُوا وَادَّخرُوْا وَتَصَدَّقُوْا
“Makanlah kalian, simpanlah dan bersedekahlah.” [10]
12. Badanah (unta yang gemuk) dan sapi betina mencukupi sebagai qurban dari tujuh orang.
Imam Muslim telah meriwayatkan dalam “Shahihnya” (350) dari Jabir Radhiyallaahu ‘anhu ia berkata:
نَحَرْنَا بِالْحُدَبِيَّةِ مَعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ البَذَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ، وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
“Di Hudaibiyah kami menyembelih bersama Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam satu unta untuk tujuh orang dan satu sapi betina untuk tujuh orang”.
14. Upah bagi tukang sembelih qurban atas pekerjaannya tidak di berikan dari hewan qurban tersebut, karena ada riwayat dari Ali Radhiyallaahu ‘Anhu ia berkata:
*َمَرَ نِيِّ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُوْمَ عَلَى بُدْنِهِ، وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلُحُوْ مِهَا وَجُلُوْ دِهَا وَحَلاَ لِهَا وَأَنْ لاَ أَعطَى الجَزِرَ مِنْهَا شَيْئًا، قَالَ : وَنَحْنُ نُعطِيْهِ مِنْ عِنْدِ نَا
“Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan aku untuk mengurus qurban-qurbannya, dan agar aku bersedekah dengan dagingnya, kulit dan apa yang di kenakannya *[11]* dan aku tidak boleh memberi tukang sembelih sedikitpun dari hewan qurban itu. Beliau bersabda : Kami akan memberikannya dari sisi kami.” [12]
15. Siapa di antara kaum muslimin yang tidak mampu untuk menyembelih qurban, ia akan mendapat pahala orang-orang yang menyembelih dari umat Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam karena Nabi berkata ketika menyembelih salah satu domba:
اَللَّهُمَ هَذَا عَنِّى، وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ اُمَّتِيْ
“Ya Allah ini dariku dan ini dari orang yang tidak menyembelih dari kalangan umatku.” [13]
16. Berkata Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (11/95) : “Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan Al-Khulafaur rasyidun sesudah beliau menyembelih qurban. Seandainya mereka tahu sedekah itu lebih utama niscaya mereka menuju padanya… Dan karena mementingkan/mendahulukan sedekah atas qurban mengantarkan kepada di tinggalkannya sunnah yang di tetapkan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
[Di salin dari kitab Ahkaamu Al-‘iidaini Fii Al-Sunnah Al-Muthatharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah oleh Syaikh Ali Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, terbitan Putsaka Al-Haura, hal. 47-53].