Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Husni Djamaluddin terlahir di Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar – Sulawesi Barat, pada 10 November 1934. Ia wafat tanggal 24 Oktober 2004, persis sebulan setelah terbentuk Provinsi Sulawesi Barat.
Menurut, Dr Muliadi M.Hum Almarhum adalah salah seorang ‘tokoh penting’ berdirinya Provinsi Sulawesi Barat. Ia sepertinya, telah menunggu menuntaskan urusan duniawi. Untaian puisinya menunjukkan kesiapan almarhum menuju SurgaNya.
“Husni Djamaluddin adalah Sastrawan daerah asal Mandar yg udah menasional dan bahkan Internasional dengan Memiliki wawasan yg luas dan komprehensif, jujur dan bersahaja, serta tegas dan bijaksana,” ungkap wakil dekan I Fakultas Sastra dan Ilmu Komunikasi UMI ini, Minggu (10/11/2019)
Di Tinambung, Polewali Mandar – 10 November 2019, akan diperingati haul Panglima Puisi Husni Djamaluddin. Sosok penyair nasional ini, memberikan arti tersendiri terhadap kebangkitan penyair muda progresif tahun 1980-1990an.
Bagi aktivis kampus ‘semrawut’ (pimpinan lembaga kemahasiswaan, tokoh pergerakan mahasiswa, dan sesepuh kemahasiswaan) berlatar pengasuh pers mahasiswa-radikal, penggiat seni, penulis buku perlawanan, dan ‘pecinta ulung?’, Husni Djamaluddin tak hanya sebagai to malebbiq tetapi almarhun juga adalah ayah ideologis kami. Ia Sang Pencerah, mengisi ruang-ruang kosong kampus.
Almarhum juga pengusaha yang piawai. Apa yang tak dimilikinya sebagai bura’ne na bura’nea – ‘lelaki sejati’ – to malebbiq – Idola kaum muda progresif.
Bagi mahasiswa seperti saya yang tumbuh dan dewasa di pertengahan tahun 1970-an sampai pertengahan tahun 1980-an (1976-1986), tak bisa melepaskan diri dari kukuhnya pengaruh kebangkitan penyair Indonesia “angkatan 70”.
Kala itu, corak perpuisian tersebut ditandai oleh adanya upaya yang sadar untuk kembali ke akar (back to basic). Di sinilah, Husni Djamaluddin hadir sebagai penyair nasional dan Panglima Puisi di Sulawesi Selatan saat itu.
Kumpulan puisi Husni Djamaluddin antara lain : Puisi Akhir Tahun (1969), Obsesi (1970), Kau dan Aku (1974), Sajak-sajak dari Makassar (1974); Toraja (1979), Bulan Luka Parah (1986), Berenang-renang ke Tepian, dan antologi Puisi ASEAN Buku III (1978).
To Malaqbiq na Mandar (Puang Husni Djamaluddin)
Di pikiranmu terbaca wawasan luas nan komprehensif
Di dalamnya tersimpan file-file terbungkus rapi
Engkau tinggal mencabut file-file itu sesuai kebutuhanmu:
Bugis, Makassar, Toraja, Mandar, Tepi (Buat Nelson Mandella), Dith Pran (Khmer Merah), Maafkan Aku Bosnia, Budha dalam Stupa, Salib, Sujud
[Kejujuran hati nuranimu memancarkan sinar perjuangan tulus ikhlas,
Harapan terwujudnya nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki Kebijaksanaanmu bersikap membuat orang-orang bersimpati