Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengklaim, sosialisasi RKUHP sudah dilakukan di 12 kota oleh tim ahli dan DPR. Draf RKUHP yang Jadi Sorotan.
“Dua belas kota tersebut yakni, Medan, Semarang, Denpasar, Yogyakarta, Ambon, Makassar, Padang, Banjarmasin, Surabaya, Mataram, Manado dan Jakarta,” ujar Wakil Menteri Kemenkumham RI, Edward Omar Sharif Hiariej.
1. Hina presiden di medsos diancam 4,5 tahun penjara
Draf RKUHP yang dibuat DPR memuat aturan yang memungkinkan seseorang dipidana penjara selama 4,5 tahun atau denda paling banyak Rp200 juta, jika menyerang kehormatan atau harkat dan martabat Presiden atau Wakil Presiden melalui media sosial.
Hal tersebut tertuang pada Pasal 219 Bab II terkait Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
“Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV,” demikian bunyi Pasal 219, mengutip dari draf RKUHP.
2. Tak ada ancaman hukuman mati bagi koruptor
Dalam RUU KUHP Bab XXXIV Bagian Ketiga tentang Tindak Pidana Korupsi, tidak terlihat adanya ancaman pidana hukuman mati bagi pelaku korupsi. Padahal, dalam Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Nomor 31 Tahun 1999, disebutkan adanya hukuman mati bagi pelaku korupsi.
“Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan,” demikian bunyi Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor.
Dalam RKUHP Pasal 603, juga disebutkan pelaku korupsi diancam pidana penjara minimal 2 tahun dan maksimal 20 tahun. Selain itu, koruptor juga diancam denda minimal kategori II atau setara Rp10 juta dan maksimal kategori VI atau setara Rp2 miliar.
Berikut bunyi Pasal 603 RKUHP.
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.”
Jika dibandingkan dengan Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor, ancaman pidana minimal yang diatur dalam RKUHP tersebut lebih rendah. Dalam UU Tipikor, ancaman pidana bagi para koruptor minimal empat tahun.
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),” demikian bunyi Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor.
3. Hina anggota DPR di medsos juga bisa dipidana penjara 2 tahun
Ancaman pidana juga akan diberlakukan jika ada yang menghina kekuasaan umum dan lembaga negara seperti DPR. Ancaman tersebut berupa pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan, atau denda paling banyak kategori II setara Rp10 juta.
Aturan tersebut terdapat pada Pasal 353 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut.
“Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”
4. Dukun santet kini bisa terancam bui 3 tahun
Pembunuhan bayaran melalui dukun santet kini ancaman pidananya diatur dalam RKUHP. Mempromosikan diri sebagai pembunuh bayaran akan ditindak pidana penjara paling lama satu tahun, atau pidana denda paling banyak kategori II, atau setara dengan Rp10 juta yang diatur pada Pasal 249.
“Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi keterangan, kesempatan, atau sarana untuk melakukan Tindak Pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II,” demikian bunyi Pasal 249 draf RKUHP.