Ketiga, memilih target jurnal yang tepat dan sesuai kemampuan. Lagi-lagi, mirip dengan media massa dimana kolom opini di koran nasional ternama tentu lebih sulit ditembus dibanding media lainnya, hal yang sama juga terjadi untuk jurnal.
Akademisi harus mengetahui bagaimana target jurnal yang dipilih. Mulai dari tingkat kesulitannya, gaya selingkung, preferensi redaksi, hingga batasan-batasan yang ada dalam jurnal tersebut.
Jangan sampai misalnya, penelitian terkait Teknologi, dikirimkan ke jurnal yang membahas seputar tanaman.
“Akademisi sebagai penulis ibaratnya anak tangga, kita bisa coba dulu jurnal yang peringkatnya lebih rendah, sambil bertahap meningkatkan kualitas tulisan kita dan profil kita. Nantinya pasti akan terbiasa sendiri,” ungkap Arif.
Tips-tips tersebut, sambung Wahyudi, dapat dipelajari dan diasah para akademisi seiring waktu. Ada banyak forum, sistem akademik, dan platform pembelajaran, yang bisa digunakan akademisi untuk meningkatkan diri.
Termasuk dari SEVIMA, seperti Webinar pada Selasa (28/12) sore yang dihadiri 3.400 orang rektor dan dosen anggota Komunitas SEVIMA tersebut.
“Pada intinya, secara kualitas penelitian, kita sebagai akademisi Indonesia tidak kalah dan sudah terbukti pintar-pintar. Tinggal diasah saja untuk sukses menulis jurnal. Yang penting, ada kemauan kuat dari akademisi untuk terus belajar.
Karena inilah kewajiban kita di kampus: untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban dengan cara ditulis!,” pungkas Wahyudi.