Investasi Butuh 195 T untuk Swasembada Gula

Tebu sebagai bahan baku industri gula merupakan salah satu komoditi perkebunan dan strategis dalam perekonomian Indonesia dan merupakan salah satu sumber pendapatan ribuan petani tebu dan pekerja di Industri Gula, khususnya di Jawa dan Sumatera (Lampung dan Sumatera Selatan).

Tahun 2020, tercatat luas areal pekerbunan Tebu 419.000 hektar dengan Produksi Gula Nasional 2,12 juta ton. Pabrik Gula di Jawa menyumbang 53,22% produksi nasional, Sumatera (Lampung dan Sumatera Selatan) 38,65%, sisanya 8,12% di Sulawesi (BPS, 2020).

Tercatat bahwa produksi tebu Indoensia mengalami fluktuasi, yaitu 2017 produksi 2.121.612 ton dan 2.364.321 ton pada tahun 2021. Produksi tebu pertahun periode 2017 s/d 2021 dapat dilihat dalam tabel dibawah ini dengan produksi tebu terbesar di Jawa Timur dan Lampung.

Dengan produksi gula nasional rata – rata sebesar 2,2 juta ton/ tahun, Indonesia belum bisa menutupi kebutuhan nasional sebear 6,4 juta ton. Kekurangan pasokan gula dalam negeri mengharuskan Indonesia import dari berbagai negara sesuai data BPS.

Nilai import gula sebesar US$ 1,94 Miliar atau setara 27,1 Triliun (Nilai Kurs Rp. 14.300). Indonesia , sejak 2004 telah mencanangkan “Swasembada Gula Nasional” namun sampai 2022 ini upaya ini belum terwujud.

Pemerintah dan Pengusaha Gula Nasional tetap berusaha menuju “Swasembada Gula” dan walau belum terlihat peningkatan signifikan. Disisi lain ada kecenderungan luas lahan kebun di Jawa berkurang khususnya luas area tebu perkebunan rakyat turun.

18 tahun sudah Indonesia belum berhasil Swasembada Gula permasalahan utama adalah ketersediaan lahan untuk Perkebunan Tebu. Yang memenuhi standar “Kesesuaian Lahan” untuk Perkebunan Tebu yaitu :

  • Lahan tersebut diareal memiliki minimal 3 – 4 bulan kering.
  • Temperature : 24 ~ 30°, PH : 5,5 – 7,5
  • Curah Hujan/Tahun : 1500~2500 mm (CH/Th)
  • Kedalam Media Perakaran >75 cm (S1)
  • Tekstur tanah : Lempung & SCL (Lempung Liat Berpasir).
  • Topography yang relatif landai 3 -13° dengan luas relatif luas.
Baca Juga:  Meluruskan Sejarah Imam Bonjol

- Iklan -

Keterangan : LS : Pasir Berlempung; L : Lempung; SR : Sangat Rendah; SCL : Lempung Liat Berpasir; C : Liat

Untuk memproduksi kekurangan Gula Nasional 4,2 juta ton diperlukan produksi tebu ± 53 juta tebu/tahun. Bila kapasitas produksi tebu perhektar 80 ton maka dibutuhkan tambahan kebun tebu 670,000 ha dan jumlah pabrik sekitar 44 unit Pabrik dengan Kap. 10,000 TCD.

Estimasi/Investasi untuk membangun 44 unit Pabrik tersebut diatas dengan lahan 670.000 ha sebagai berikut :

Investasi tersebut belum termasuk biaya survey, study lahan, kesesuaian lahan, perijinan dll. Pengusaha nasional banyak yang berminat untuk industri gula nasional dan lebih tertarik untuk membangun atau berinvestasi dipembangunan Pabrik Gula saja.

Dan tidak berani berinvestasi diperkebunan tebu karena penyediaan lahan yang luas sangat kompleks masalahnya. Masalah regulasi, perizinan, tata ruang dan masalah penyediaan lahan yang sangat sulit dan mahal. Sehingga untuk bisa Swasembada Gula hanya bisa dilakukan bila “Pihak Pemerintah” yang menyediakan lahan dan penananam tebu oleh Masyarakat bekerja sama dengan pihak perusahaan.

Bibit Tebu & Riset :

Salah satu hal yang cukup krusial di perkebunan adalah masalah bibit tebu yang memerlukan perhatian serius dengan melakukan riset untuk mendapatkan bibit unggul tebu yang memiliki rendement diatas 10%. Perlu melibatkan Lembaga Tinggi Riset/Perguruan Tinggi (IPB) untuk melakukan riset bibit unggul tersebut.

Baca Juga:  Revisi UU ITE 2024: Perbaikan atau Sekadar Tambal Sulam?

Diffuser :

Salah satu hal penting dalam Industri Gula adalah alat Extraksi Gula, penggunaan Installasi Diffuser cukup baik untuk digunakan karena memiliki tingkat extrasi tebu >98,5%. Produsen dengan teknologi extraksi diffuser adalah BMA Germany, yang saat ini bekerjasama dengan Teg Group untuk diaplikasikan Pabrik Gula di Indonesia.

Keunggulan dari Diffuser ini adalah :

  • Tingkat ekstraksi maksimum hingga 98,5%
  • Investasi, biaya operasi dan pemeliharaan lebih rendah
  • Suku cadang yang dapat diproduksi secara lokal
  • Kebutuhan energi (energi listrik – kwh) yang rendah
  • Kemurnian jus yang luar biasa
  • Resiko kontaminasi rendah
  • Pengurangan lebih lanjut dari kehilangan gula dengan daur ulang blotong
  • Tingkat kelembaban yang rendah di ampas tebu (Baggase)
  • Instalasi di luar ruangan
  • Pemasangan dan pengoperasian yang mudah dan hemat biaya
  • Proses difusi yang sederhana dengan otomatisasi tingkat tinggi, dengan sedikit Tenaga operasi

Salah satu Perusahaan Nasional PT. TEG GROUP yang telah berkontribusi dalam beberapa proyek pembangunan Pabrik Gula di Indonesia dan berpartner dengan BMA Germany, Hexa Thailand Corporation Ltd, Thermax India dll dalam rancang bangun, konstruksi, mesin dan installasi Pabrik Gula di Indonesia (Jawa Timur, Sumatera Selatan, Makassar).


Penulis: Ir. M.H.Thaha CEO Thaha Engineering Group (PT.TEG GROUP)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU