Jadi Narasumber, Ini Saran Prof Sukri untuk Rancangan Perpres tentang Kabupaten/Kota Sehat di Indonesia

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (FKM Unhas), Prof Sukri Palutturi, SKM., MKes., MScPH., PhD. mendapat kesempatan sebagai peserta dan sekaligus sebagai narasumber pada pembahasan rancangan Peraturan Presiden tentang Kabupaten/Kota Sehat di Indonesia.

Pertemuan tersebut berlangsung pada Jumat, 18 Juni 2022 melalui daring atas undangan dari Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Pada pertemuan tersebut, Prof Sukri yang juga sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kemitraan FKM Unhas, memberikan beberapa masukan berkaitan dengan rancangan peraturan presiden tersebut.

Pertama, dasar pertimbangan dan regulasi yang digunakan. Selama ini, yang banyak digunakan dasar pertimbangan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor   5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah;

Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679).

“Kami ingin mengusulkan, bahwa kabupaten/kota sehat ini bukan hanya soal kesehatan dan soal kementerian kesehatan. Dalam implementasinya justru peran di luar dari kementerian kesehatan atau dinas kesehatan begitu penting,” jelas Prof Sukri.

Kabupaten/kota sehat berkaitan dengan dimensi lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya. Karena itu peraturan atau regulasi yang berhubungan dengan semua tatanan kabupaten/kota sehat itu perlu dipertimbangkan.

“Misalnya undang-undang, peraturan atau regulasi yang berhubungan dengan kawasan permuikiman, sarana dan prasarana umum; kawasan tertib lalu lintas dan pelayanan transportasi; kawasan pariwisata sehat; kawasan  perindustrian dan perkantoran sehat; kawasan ketahanan pangan dan gizi; kehidupan sosial yang sehat; kawasan pendidikan; kawasan tempat ibadah yang sehat; dan kawasan kota pintar,” paparnya.

Pada ketentuan umum, juga perlu dipertimbangkan dimaksudkan tentang apa dan batasan dari Tim Pembina Kabupaten/Kota Sehat Tingkat Pusat, Tim Pembina Kabupaten/Kota Sehat Tingkat Provinsi, Tim Pembina Kabupaten/Kota Sehat Tingkat Kabupaten/Kota, Forum Kabupaten/Kota Sehat, Forum Komunikasi Desa/Kelurahan, Kelompok Kerja dan Swasti Saba.

- Iklan -

Prof Sukri yang juga sebagai Direktur Center for Indonesian Healthy Cities Studies FKM Unhas itu, mempertajam dari sisi strategi pencapaian kabupaten/kota sehat yaitu perlunya penguatan komitmen pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan berwawasan kesehatan;

Peningkatan jejaring dan kemitraan antara masyarakat, pemerintah, perguruan tinggi, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya; meningkatkan akses dan kesetaraan dalam pelayanan dasar; meningkatkan kualitas lingkungan yang kondusif melalui upaya pencegahan dan pengendalian faktor risiko kesehatan; dan perlunya meningkatkan penelitian, pendampingan, pengembangan, dan inovasi.

Terakhir Prof. Sukri memberikan masukan berkaitan dengan penghargaan kabupaten/kota sehat seperti yang diusulkan pada draft ini pada Pasal 14 yaitu Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang berhasil dalam menyelenggarakan Kabupaten/Kota Sehat dapat diberikan penghargaan oleh Presiden.

Penghargaan Kabupaten/Kota Sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:Swasti Saba Padapa; Swasti Saba Wiwerda; Swasti Saba Wistara. Selama ini hanya ada tiga jenis penghargaan saja seperti yang disebutkan di atas.

Penghargaan tertinggi ada pada Swasti Saba Wistara. Ada beberapa kabupaten/kota di Indonesia, termasuk Kota Makassar yang sudah mendapatkan swasti saba wistara 4-5 kali, dan tidak ada bedanya dengan kabupaten/kota lainnya.

“Karena itu, kami mengusulkan jenis penghargaan yang paling tinggi, namanyanya Swasti Saba Purnama atau cukup disebut Purnama.

Penghargaan ini diberikan kepada kabupaten/kota yang sudah meraih swasti saba wistara 4 kali secara berturut-turut,” ungkap Prof Sukri yang juga sebagai Ketua Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (PERSAKMI) itu.

Hadir pada pertemuan pembahasan tersebut diantaranya dari Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, para direktur, Biro Hukum dan Organisasi, Koordinator Bidang pada Direktorat Kesehatan Lingkungan, Sub Koordinator  Set Ditjen Kesehatan Masyarakat, Staf Bagian Hukormas Setditjen Kesehatan Masyarakat.

Selain itu dari unsur Kementerian Dalam Negeri juga hadir dari biro hukum dan perundang-undangan, dan peserta lainnya. Narasumber lainnya yang juga diundang adalah Dr. Hening Darpito, SKM, Dipl.SE dan Dr. dr. Trihono, MSc.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU