Jelang Penerapan PSBB di Makassar, Ini Tanggapan Ketua Persakmi Sulsel

Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Beredar informasi di sosial media bahwa pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan disosialisasi pada tanggal 17 hingga 20 April 2020 dan akan diuji coba pada tanggal 21 hingga 24 April 2020.

Tahap uji coba ini sekaligus melihat bagaimana respon dan ketaatan masyarakat dalam penerapan PSBB tersebut.

Pelaksanaan PSBB efektif mulai direncanakan pada tanggal 25 April 2020. Artinya pada masa pemberlakuan penerapan aturan tersebut, diharapkan dapat dijalankan dengan maksimal, dan dengan melalui kebijakan PSBB tersebut, dapat menurunkan laju penularan Covid-19.

Ada beberapa hal yang diatur misalnya masyarakat tidak dibolehkan berkumpul lebih dari lima orang, seluruh pergerakan orang dihentikan, kecuali terpaksa harus keluar rumah maka wajib menggunakan masker, orang yang dalam masa isolasi tidak dibolehkan keluar dari rumah, semua tutup kecuali pasar tradisional, mini market yang menyediakan kebutuhan pokok, dan kegiatan ibadah dilaksanakan di rumah masing-masing.

Ada juga beberapa hal yang diatur berkaitan dengan pelaksanaan PSBB ini, misalnya pembatasan kendaraan untuk R2, tidak dibolehkan membonceng penumpang untuk R2, dan pengemudi wajib menggunakan masker.

Sementara pembatasan penumpang R4, misalnya mobil sedan hanya boleh memuat dua orang yaitu satu pengemudi di depan dan satu orang di belakang.

Baca Juga:  Polres Bone Berhasil Bongkar Jaringan Sabu Malaysia, 617 Gram Barang Bukti Diamankan

Untuk mini bus hanya diperbolehkan memuat empat orang yaitu satu pengemudi di depan, dua orang di tengah dan satu orang di belakang semuanya wajib pakai masker.

Dihimbau tetap di rumah kecuali untuk keperluan mendesak atau kebutuhan bahan pokok bagi masyarakat yang tidak diisolasi.

Dikabarkan bahwa untuk wilayah yang diisolasi terutama keluarga yang kurang mampu, akan disiapkan dapur umum dan diberikan sembako untuk kebutuhan bahan pokok dan direncanakan akan ada layanan isolasi  untuk pengganti isolasi mandiri dengan nama layanan  “REKREASI DUTA COVID-19” yang diisi dengan pesantren kilat untuk yang beragama islam dengan diinapkan di hotel.

- Iklan -

Menanggapi kebijakan tersebut, Ketua Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Sulawesi Selatan, Prof Sukri Palutturi, SKM., M Kes., MSc PH., PhD., yang juga merupakan Guru Besar Bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM Unhas mendukung penerapan PSBB tersebut meskipun dinilai sangat lambat.

“Laju penularan Covid-19 terus bertambah dalam masa sosialisasi ini. Karena itu, kami memandang dua kabupaten di Sulawesi Selatan yaitu terutama Kabupaten Gowa dan Maros mestinya juga sudah mendesak untuk mengajukan pemberlakuan PSBB pada wilayah tersebut,” ungkap Prof Sukri.

“Jangan seperti Makassar, sudah banyak korban baru mau memberlakukan PSBB ini. Ini sudah ada contoh jadi jangan diulangi kesalahan yang sudah kita buat. Prinsip pencegahan menjadi baris terdepan dalam penanganan Covid-19 di Indonesia dan di Sulawesi Selatan pada khususnya. Jangan menunggu korban berjatuhan, rumah sakit kita tidak sanggup melayani kalau prinsip pencegahan tidak menjadi arus utama. Sudah banyak dokter dan perawat yang meninggal akibat Corona ini yang terinfeksi di sarana fasilitas layanan kesehatan,” ucapnya.

Baca Juga:  Tiga Guru Asal Pinrang Wakili Sulsel di Puncak HGN

Dalam masa pemberlakukan PSBB tersebut, kata Prof Sukri, harus benar-benar tegas dan konsisten menerapkan aturan ini karena tidak banyak hal yang dicapai jika hanya setengah-setengah dijalankan.

Kepatuhan masyarakat dan penegakan aturan di lapangan menjadi kunci penting. Meskipun demikian, ada beberapa kasus yang perlu menjadi pertimbangan di lapangan misalnya penggunaan R4 yang hanya dibolehkan dua orang pada mobil sejenis sedan atau mobil dengan seat untuk empat orang.

“Bagaimana dengan ibu hamil yang mau melahirkan atau yang sudah melahirkan? Bisa dipastikan isi dari mobil tersebut lebih dari dua orang, atau orang yang pergi konsultasi dan general check-up bulanan. Bagi suami-istri yang sudah lanjut usia pasti ditemani oleh anaknya atau minimal sopir. Komitmen, ketegasan, kejujuran dan pertimbangan kemanusiaan, dan keselamatan juga menjadi poin penting dalam penerapan kebijakan tersebut,” tutupnya. (FP)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU