Semakin lama rasa sakit ini tumbuh walau perlahan. Tanpa disadari ia menyerang hingga ke saraf-saraf seluruh tubuh dan tentunya juga ke otak.
Setiap detiknya bergejolak hingga menciptakan pikiran-pikiran tak di minta dan juga tidak sepantasnya hadir pada manusia. Penyakit ini memakan ribuan bahkan jutaan nyawa bersalah ataupun tidak.
Melihat semuanya tanpa terkecuali. Setiap kau menyibak mata mu, mengendurkan paru paru mu, mencerna apa yang kau santap sebelumnya, bahkan di setiap detakan yang ada pada dadamu, kau bisa melihat apa pun yang seharusnya tak kamu lihat. Entah ini anugrah atau kutukan. Tapi mereka semua menganggap itu semua hanya omong kosong.
***
“Sssrrtt”
Suara serat pagar sekolah terdengar lebih nyaring hari ini. Bukan karena telinga yang baru saja dibersihkan, tapi karena cuaca terasa lebih cerah dari hari kemaren. Mungkin rambatan bunyi nya tak lagi terhambat oleh kelembapan sore kemaren.
“Lihat lah, kenapa dia sangat bersemangat ke sekolah.”
“Ya, bagaimana bisa seseorang dengan tanpa kemampuan sosial bisa hidup dengan tenang disini.”
“Jangan terlalu keras, nanti teman temannya mengusik kita.”
Begitulah timpalan mereka ketika Han Na berjalan ke arah kelas. Hmm, memang terdengar seperti dia yang dikucilkan, tapi sebenarnya tidak.
Si aneh begitu orang memanggilnya, memiliki amat sangat banyak teman di sekolah ini. Hanya saja orang di sekolah ini tidak mengetahuinya. Tidak, tidak, mereka mengetahuinya hanya saja tidak mengenalnya.
Hanya bagi kalian yang memahaminya, tidaklah buruk untuk berteman dengan tembok sekolah, meja kayu yang dingin, kursi yang sudah bertahan setengah mati untuk tetap tegak. Dan juga teman-teman yang sebenarnya selalu’ hidup’ berdempetan dengan mu.
“ Hai, kenapa sendiri saja? Mari main bersama.”
Menoleh. Han Na hanya mengangguk. Apa yang bisa ia katakan. ‘Tak mungkin aku menolak ,kan?’ batin Han Na
“Perkenalkan, aku Min Hyun Na. Kau mau coklat?”