Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 khususnya Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler ini beberapa waktu lalu mendapat kritikan hingga penolakan.
Penolakan muncul dari Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan yang terdiri dari Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, LP Ma’arif PBNU, PB PGRI, Taman Siswa, Majelis Nasional Pendidikan Katolik. Sebebnya, aturan tersebut diskriminatif dan dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial.
“Saya mengapresiasi masukan dari masyarakat dan DPR mengenai berbagai macam kekhawatiran dan kecemasan mengenai implementasi dari program ini,” ujar Nadiem dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR, Rabu (8/9/2021).
Juknis yang bebreda, ketentuan dalam Permendikbud tersebut yang dapat sorotan yakni syarat sekolah penerima dana BOS reguler harus memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 (enam puluh) peserta didik selama 3 (tiga) tahun terakhir.
Dalam rapat tersebut, Nadiem memberi penjelasan program ini sudah mulai tercantum dalam Juknis BOS Reguler sebelum dirinya ditunjuk menjadi Mendikbud. Hanya saja belum diberlakukan sampai 2021. “Tahun ini belum diberlakukan karena belum masuk tiga tahun masa tenggang,” katanya.
Nadiem menuturkan Kemendikbudristek telah melakukan evaluasi serta mempertimbangkan pandemi COVID-19 yang ternyata memiliki dampak besar pada jumlah peserta didik. “Maka kami memutuskan tidak akan memberlakukan persyaratan ini di tahun 2022,” ujarnya.
Menurut Nadiem dalam kondisi ekstrem akibat pandemi diperlukan fleksibilitas dan tenggang rasa pada satuan pendidikan yang masih sulit melakukan transisi menjadi sekolah dengan memenuhi skala minimum.
“Kami terus menerima masukan terkait persyaratan ini dan melakukan kajian lebih lanjut untuk pemberlakuan (aturan dana BOS) setelah 2022,” kata Nadiem.