Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Puluhan jurnalis berbagai media massa cetak, elektronik, dan daring dari berbagai provinsi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) mengikuti Pelatihan Peliputan Hak Anak dan Kesetaraan di Hotel Gammara, Kota Makassar, Sabtu (7/12/2019).
Kegiatan yang diagendakan selama dua hari itu diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI dan Unicef (organisasi PBB untuk anak). Tujuan dari lokakarya adalah memberikan pemahaman kepada jurnalis tentang hak-hak anak atas kesehatan.
Perwakilan dari Unicef Indonesia, Henky Widjaja mengatakan, kesehatan anak menjadi masalah utama di Indonesia. Angka kematian bayi disebut menurun berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia dari 68 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup tahun 2017.
“Tanggal 25 September 2015 di markas besar PBB, para pemimpin dunia secara resmi mendukung agenda tujuan pembangunan berkelanjutan (MDGs) sebagian perjanjian pembangunan global,” kata Henky dan menambahan jika pertemuan itu dihadiri 193 kepala negara termasuk Jusuf Kalla yang kala itu menjabat wakil presiden Indonesia.
Syamsu Alam dari Kementerian Kesehatan RI memaparkan materi program imunisasi Indonesia di hadapan jurnalis dari berbagai provinsi di Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara.
Menurut dia, imunisasi dibagi beberapa kategori berdasarkan usia. Imunisasi dasar untuk anak usia di bawah satu tahun dengan tujuan melindungi anak dari berbagai penyakit, seperti hepatitis B, TBC, difteri, pertusis (batuk rejan, batuk 100 hari), tetanus, polio, infeksi paru dan otak serta telinga tengah, campak, serta rubella (campak jermas).
Kemudian, kata Syamsu, imunisasi lanjutan untuk anak usia 18-24 bulan dengan tujuan melindungi anak dari penyakit polio serta campak dan rubella, difteri dan tetanus, kanker leher rahim. Selanjutnya imunisasi lengkap yang mencakup; imunisasi dasar bagi bayi, imunisasi lanjutan bagi bagi di bawa dua tahun, dan imunisasi lanjutan bagi anak usia sekolah dasar sederajat.
“Anak yang tidak diimunisasi lengkap tidak memiliki kekebalan sempurna terhadap penyakit-penyakit berbahaya sehingga muda tertular penyakit, menderita sakit berat. Selain itu, mereka juga menjadi sumber penularan penyakit bagi orang lain,” ujar Syamsu saat memaparkan materinya.
Syamsu juga memaparkan capaian imunisasi di Indonesia tahun 2018. Paling rendah dengan presentase 60-80% terdapat beberapa provinsi seperti Papua, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, Riau, dan Aceh. Sedangkan pencapaian imunisasi tertinggi di atas 95% pada tahun 2018 yakni Kalimantan Timur, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Selatan, dan Jambi. Beberapa provinsi lainnya pada angka 80-95% termasuk Sulawesi Selatan.
Untuk pencapaian yang masih rendah, Kemenkes kata Syamsu, dihadapkan pada beberapa kondisi dan tantangan. Salah satu diantaranya seperti bias informasi yang berujung pada munculnya anggapan di masyarakat bahwa vaksin measles and rubella (MR) bertentangan dengan nilai-nilai agama. Kemudian, lanjut dia, kondisi geografis yang menyulitkan petugas kesehatan menjangkau daerah-daerah terpencil.
“Muncul fenomena di masyarakat menolak imunisasi. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap vaksin menurun. Ada faktor politik, sejarah, hingga emosional,” ujar Syamsu Alam.
Akan tetapi, lanjut dia, dua persoalan tersebut telah diatasi dengan menggandeng tokoh-tokoh agama. Sedangkan daerah yang sulit dijangkau diatasi dengan cara menggunakan helikopter. “Jangan biarkan kuman penyakit menyerang anak-anak kita, berikan imunisasi lengkap,” ucapnya.
Sedangkan narasumber dari Yayasan Orang Tua Peduli, Purnamawati Sujud menekankan betapa pentingnya imunisasi. Dia menyebut, vaksin merupakan penemuan fenomenal dan terbesar di dunia kedoktran yang tidak ternilai harganya.
“Sehingga imunisasi dianggap sebagai suatu upaya harus kita blowup. Imunisasi adalah suatu upaya kemanusian dan kesepakatan global,” jelas Purnamawati.
Tujuan akhir dari imunisasi, lanjut dia, melindungi anak dari berbagai ancaman penyakit, seperti campak, hepatitis B, polio, dan lainnya. “Imunisasi melindungi orang dari penyakit tertentu,” katanya.
Purnamawati menjelaskan, salah satu fungsi dari imunisasi adalah memroduksi antibodi yang membuat tubuh menjadi kebal terhadap penyakit.
Karena itu, kata dia, tidak ada alasan bagi masyarakat atau orang tua anak untuk menolak imunisasi. “Ketidaktahuaan yang membuat banyak orang menolak imunisasi,” tutupnya.
Jurnalis dari Suara Papua Arnoldus Belau mengemukakan beberapa fakta minimnya pencapaian imunisasi di pedalaman Papua. “Kenapa Papua merasa takut yang namanya imunisasi, ini lebih karena kurangnya sosialisasi,” ujar dia.
Karena itu, kata dia, pemerintah harus mencari cara yang tepat agar imunisasi diterima dengan muda oleh masyarakat Papua. Termasuk solusi agar anak tidak takut disuntik. “Ini, yang disuntik ini. Harus dijelaskan sedemikian rupa agar mereka mau,” tambah Arnoldus. [FP/*]