Kafan dan Persemayaman Jasad Rasulullah SAW

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, terjadi perbedaan pendapat di antara para sahabat mengenai siapa yang akan dilantik sebagai khalifah pengganti beliau. Perdebatan ini berlangsung di halaman rumah Bani Sa’adah, antara kaum Muhajirin dan Anshar. Setelah diskusi panjang, mereka akhirnya sepakat untuk memilih Abu Bakar sebagai khalifah pertama.

Pembahasan ini berlangsung lama, bahkan hingga petang pada hari Senin, hari wafatnya Rasulullah, dan berlanjut hingga malam. Hal ini menyebabkan banyak orang sibuk, dan pemakaman Rasulullah tertunda hingga malam Selasa, bahkan menjelang subuh keesokan harinya. Jasad Rasulullah SAW yang penuh berkah itu terbaring di tempat tidurnya, tertutup kain, sehingga keluarga beliau menutup pintu rumahnya.

Pada hari Selasa, jasad Rasulullah SAW dimandikan. Proses pemandian dilakukan tanpa membuka pakaian beliau, dan orang-orang yang bertugas adalah Abbas, Ali, Fadhl, Qatham (anak Abbas), Syaqran (hamba Rasulullah), Usamah bin Zaid, dan Aus bin Kwali.

Fadhl dan Qatham membalikkan tubuh Rasulullah, sementara Usamah dan Syaqran menyiramkan air, dan Ali menggosok tubuh beliau. Aus menyandarkan tubuh Rasulullah ke dadanya selama proses tersebut.

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Kamis, 28 November 2024: Kekayaan Orang Papa

Setelah dimandikan, jasad Rasulullah SAW dikafani dengan kain tiga lapis yang berwarna putih dan terbuat dari tenunan Yaman. Tidak ada pakaian atau sorban yang digunakan, dan proses pengafanan dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan ketelitian.

Ketika tiba saatnya untuk memakamkan Rasulullah SAW, kembali terjadi perbedaan pendapat mengenai tempat pemakaman. Abu Bakar berdiri dan berkata, “Tidak ada seorang nabi pun yang meninggal kecuali di tempat yang telah ditentukan untuknya.” Menanggapi hal ini, Abu Talhah mengangkat tempat tidur Rasulullah SAW dan menggali liang lahad di tempat tersebut.

Sebelum penggalian, para sahabat datang berbondong-bondong ke kamar Rasulullah, masuk secara bergantian sepuluh orang untuk melaksanakan salat jenazah tanpa imam. Pertama kali, keluarga Rasulullah melakukan salat jenazah, lalu disusul oleh kaum Muhajirin, kemudian kaum Anshar. Para wanita juga salat jenazah setelah kaum laki-laki selesai, dan akhirnya diikuti oleh kelompok remaja serta anak-anak.

Seluruh rangkaian prosesi salat jenazah dan pemakaman berlangsung sepanjang hari Selasa, bahkan berlanjut hingga malam Rabu. Aisyah, istri Rasulullah SAW, mengungkapkan, “Kami tidak mengetahui kapan pemakaman beliau selesai, kecuali setelah kami mendengar suara cangkul menggali tanah di tengah malam, yakni malam Rabu.”

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Jumat, 22 November 2024: Hal-hal yang Kecil dan yang Besar

Muhammad Nabi yang Terakhir

Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir, dan tidak ada nabi setelah beliau. Ini adalah kesepakatan umat Islam yang diyakini sebagai bagian dari aqidah mereka. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda:
“Aku dan para nabi sebelumku ibarat sebuah bangunan yang dibangun oleh seorang lelaki. Bangunan itu dijaga dengan baik dan terus disempurnakan, kecuali ada satu tempat kosong pada sudutnya. Orang-orang yang datang mengelilingi bangunan itu akan kagum dan bertanya, ‘Mengapa tidak diletakkan satu batu bata di tempat yang kosong itu?’ Maka aku adalah batu bata itu, dan akulah nabi terakhir.”

- Iklan -

Dengan demikian, Nabi Muhammad SAW adalah penutup bagi para nabi, dan umat Islam meyakini bahwa beliau adalah pembawa wahyu terakhir yang diturunkan oleh Allah. (*)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU