Makassar, FajarPendidikan.co.id – Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (FKM Unhas), pemegang akreditasi A dan akreditas internasional AUN-QA merupakan salah satu pembina institusi Perguruan Tinggi Kesehatan Masyarakat di Indonesia khususnya Indonesia Bagian Timur. Itulah sebabnya banyak institusi pendidikan kesehatan masyarakat yang mendorong dan terus mendukung pendirian Pendidikan Profesi Kesehatan Masyarakat di Unhas.
Merespon berbagai tuntutan terutama bagi para pengelola Prodi Kesehatan Masyarakat, FKM Unhas menggelar pertemuan yang berlangsung selama dua hari, Jumat-Sabtu, 8-9 Februari 2019 di Gedung FKM Unhas.
Ketua Tim Task Force Pembentukan Profesi Kesehatan Masyarakat Unhas, Prof Sukri Palutturi, SKM, M Kes., MSc PH, PhD., mengatakan bahwa, sedianya pertemuan ini hanya mendatangkan kalangan internal saja terutama yang ada di FKM Unhas, namun karena permintaan dari berbagai pihak, maka diundang beberapa dekan dan atau ketua program studi yang ada di Indonesia Bagian Timur khususnya di Sulawesi Selatan.
Sekita 30 orang hadir dalam pertemuan tersebut dari berbagai kalangan, baik dari penyelenggara pendidikan maupun pengguna atau user, diantaranya: Wakil Dekan Bidang Akademik FKM UMI, Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat STIK Tamalate, Dekan UPRI Makassar, Ketua Program Studi FKM Universitas Tadulako, Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Alauiddin, Ketua Program Studi STIK Makassar. Selain itu juga hadi perwakilan dari FKM di Universitas Sulawesi Barat dan juga Pengguna Alumni Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dan beberapa peserta lainnya.
Dekan FKM Unhas, Dr Aminuddin Syam, SKM, M Kes., M Med Ed., dalam sambutannya menyampaikan bahwa profesi kesehatan masyarakat merupakan jawaban atas segala permasalahan SKM yang sering meresahkan.
“Salah satu masalah yang sering dikeluhkan SKM adalah adanya kewajiban mengikuti ujian kompetensi sebagai syarat untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi. Padahal secara regulasi UU no. 36/2014, STR diwajibkan bagi jalur pendidikan vokasi dan profesi sedangkan jalur akademik S1, tidak termasuk wajib STR,” terang Aminuddin.
Dengan alasan tersebut, sambungnya, maka pembentukan profesi kesehatan masyarakat diharapkan dapat menjadi solusi bagi menyatunya antara Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI) Dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI).
Pertemuan tersebut juga menghadirkan narasumber dari Pendidikan Profesi Insinyur sebagai lesson learnt yaitu, Ilham Bakri, Dr., Eng. M.Sc.ST, IPM.
Dalam pemaprannya, Ilham banyak bercerita tentang pengalaman fakultas teknik dalam pembukaan pendidikan profesi keinsinyuran termasuk tantangan yang dihadapi. “Sebagai prodi baru yang dibuka di Indonesia yang perlu dilakukan adalah mencoba mencari dasar hukum, pasal ataupun ayat yang relevan dengan pembentukan profesi tersebut,” jelasnya.
Ia juga menyarankan untuk pembentukan profesi kesehatan masyarakat yang baru perlu ada dasar hukum yang kuat yang mengacu kepada peraturan Kemenristekdikti dan Undang-undang kesehatan di Indonesia.
“Prinsipnya, cari pasal yang relevan untuk pembentukan profesi kesehatan masyarakat tersebut. Model pertama yang bisa digunakan oleh profesi kesehatan masyarakat sama dengan model profesi insinyur yaitu dalam bentuk recognition pengalaman lampau (RPL),” paparnya. (FP)