Kaprodi PAI Pascasarjana IAIN Bone Jadi Pemateri Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Anak

Bone, FAJARPENDIDIKAN.co.id- Pengurus Himpunan Da’iyah dan Majelis Taklim (Hidmat) Muslimat NU Bone menyelenggarakan Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Anak Pada Majelis Ta’lim di Masjid Jami Istiqamah Kelurahan Caloko Kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone, Sabtu, 29 Februari 2020.

Hadir dalam kegiatan tersebut tujuh orang pengurus Hidmat Muslimat NU, Kepala KUA Kec. Tanete Riattang, dua orang Penyuluh Agama, dan tiga puluh orang peserta.

Ketua Umum Hidmat Muslimat NU Bone sekaligus Kaprodi PAI Pascasarjana IAIN Bone Dr. Sarifa Suhra, S.Ag. M.Pd.I menjadi pemateri dalam kegiatan tersebut.

Dalam kesempatan itu, Dr Sarifa Suhra mengatakan, berdasarkan data di lapangan, Unicef menemukan fakta bahwa kasus perkawinan anak di Kabupaten Bone menempati angka 25 % lebih tinggi dari angka  rata rata nasional yang hanya 11 %, itupun hanya perkawinan yang tercatat belum yang tidak tercatat.

Muslimat NU bekerjasama dengan Unicef melakukan upaya pencegahan perkawinan anak melalui berbagai kegiatan salah satunya sosialisasi pencegahan perkawinan anak pada Majelis Ta’lim Binaan Hidmat Muslimat NU.

“Bahwa perkawinan anak harus dicegah karena dampak negatifnya lebih banyak dan sudah nyata. Diantara dampak negatifnya adalah merusak masa depan anak karena mereka bisa putus sekolah, sulit dapat pekerjaan, produktivitas menurun, kemiskinan merajalela, kasus perceraian meningkat, kekerasan dalam rumah tangga marak, gizi buruk, stanting, kesehatan reproduksi bermasalah dan masih banyak dampak negatif lainnya bukan hanya merusak kesehatan tapi juga pendidikan dan ekonomi, bahkan sosial budaya,”kata Dr. Sarifah Suhra dalam rilis yang diterima FAJAR PENDIDIKAN, Senin (2/3/2020).

Baca Juga:  Tenaga Vokasi Farmasi: Siapa dan Apa Perannya Dalam Dunia Farmasi

Dalam QS. Al-Nisa ayat 9, lanjutnya, memperingatkan para orang tua agar jangan sekali kali meninggalkan generasi yang lemah. Demikian pula, Allah berfirman dalam QS. Al-Nisa’ ayat 6 yang intinya bahwa seorang anak dinikahkan jika telah memasuki usia cukup untuk menikah dengan salah satu indikatornya rusydan (memiliki kemampuan mengelola harta benda) otomatis jika pesan Al-Qur’an demikian bisa dipastikan bahwa usia sekolah belum mampu mengelola property dengan baik. Maka sudah seharusnya anak dinikahkan minimal di usia 19 tahun setelah tamat SMA.

“Hal tersebut sesuai amanah UU No. 16 Tahun 2019 revisi atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menghendaki batas minimal usia perkawinan yakni 19 tahun baik pihak laki-laki maupun perempuan,” terangnya.

Baca Juga:  Narasumber di Forum BRIDA Kota Makassar, Rektor Unpacti Sampaikan Hal Ini

Lebih lanjut Ia menjelaskan, kasus perkawinan anak perempuan lebih dominan dibanding anak laki-laki. Padahal potensi perempuan untuk eksis di dunia kerja/publik di era kini terbuka lebar aksesnya karena saat ini kinerja otak lebih dominan dibanding kinerja otot. Menurutnya, otak dimiliki oleh laki-laki dan perempuan secara seimbang bahkan sikap ketelitian, kesabaran, ketekunan, umumnya ada pada diri perempuan karena itu sangat disayangkan jika anak putus sekolah akibat terlalu cepat nikah.

- Iklan -

“Lebih berbahaya lagi jika perkawinan tak tercatat di kantor KUA jika perceraian terjadi maka Negara tidak dapat memberi perlindungan secara maksimal. Akibatnya suami atau istri tak berhak mendapat harta gono gini, dan warisan serta hak-hak lainnya. Karena itu pastikan anak kita menikah minimal usia 19 tahun dan harus tercatat di kantor Kementerian Agama kecamatan tempat domisili mempelai perempuan,” jelasnyanya.

Sekedar diketahui, acara ini diisi juga Dzikir dari Penyuluh Agama Ustadz Jamaluddin Al-Afgani, S.Pd.I dan lantunan 3 shalawat dari pengurus Hidmat Muslimat NU yakni shalawat Mahallul Qiyam, shalawat Isygil dan shalawat Tibbil Qulub.

Reporter: Abustan

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU