Hai kawan-kawan perkenalkan namaku Sidiq. Nama Sidiq berasal dari bahasa arab yang apabila diterjemahkan berarti jujur. Nama tersebut sengaja diberikan kepadaku dengan harapan agar kelak aku dapat memiliki sikap jujur dimanapun dan kapanpun. Ayah dan ibuku menyebutkan bahwa kalau aku ingin selamat di dunia maupun di akhirat kelak maka aku harus bisa berkata jujur dan jangan biasakan berkata bohong.
Prinsip kejujuran telah menjadi sebuah prinsip yang aku senantiasa pegang dimanapun dan kapanpun. Dari sikap jujur inilah aku berhasil mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Sikap jujur ini juga yang akhirnya membuat aku meraih kesuksesan sebagai manajer di salah satu perusahaan.
Aku sendiri dilahirkan dan dibesarkan di kota Makassar yang terletak pada provinsi Sulawesi Selatan. Ibu dan ayahku merupakan orang asli Makassar. Ibu dan ayahku mempunyai filosofi yang mereka jadikan sebagai prinsipnya dalam menjalani kesehariannya.
Salah satu filosofi hidup yang mereka masih pegang kuat hingga akhirnya diwariskan kepadaku yaitu prinsip taro ada taro gau yang dalam bahasa Indonesia bermakna “Satu kata satu perbuatan”.
Filosofi tersebut bermakna pentingnya melaksanakan sebuah komitmen yang telah diputuskan. Salah satu bentuk komitmen tersebut adalah bersikap jujur. Dengan sikap jujur inilah seseorang dapat dilihat seberapa komitmennya ia dengan perbuatannya dan pertanggung jawabannya. Bahkan ayahku menyebutkan bahwa filosofi hidup taro ada taro gau harus aku pegang dengan erat untuk bisa meraih kesuksesan.
Bukanlah sesuatu yang mudah untuk menjadikan sikap jujur yang berlandaskan pada filosofi taro ada taro gau sebagai sebuah prinsip dalam menjalani keseharian yang di dalamnya penuh tantangan. Untuk menjadikan sikap jujur sebagai sebuah prinsip diperlukan kerja keras dan proses pendidikan bertahun-tahun.
Selain itu, sosok orangtua yang tidak pernah menyerah dalam memberikanku dukungan dan pengajaran. Bahkan sejak anak-anak, aku sudah mulai diajarkan seperti apa itu sikap jujur serta pentingnya sikap jujur dimanapun dan kapanpun.
Aku pun teringat kisah sejak aku masih SD (Sekolah Dasar) mengenai kejadian di toko bersama ayah dan diskusi bersama ibu saat menonton berita di televisi. Kisah pertama dimulai ketika aku masih SD kelas 2.
Pada saat SD, ayahku selalu mengajak aku ke tokonya untuk membantu melayani pelanggan sekaligus merapikan tokonya saat toko akan ditutup pada sore hari. Biasanya setelah makan siang akupun menghabiskan waktuku untuk membantu ayah di toko.
Ayahku sendiri bekerja sebagai pedagang sembako disebuah toko. Pelanggan ayah sangat banyak dan ayahku sendiri telah dikenal oleh pelanggannya sebagai pedagang yang jujur dan ramah. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan apa yang telah kuamati dengan mata kepalaku sendiri.
Saat itu aku sedang di toko untuk membantu ayahku dalam membereskan sembako yang ada. Tak lama kemudian datanglah seorang pelanggan yang ingin membeli satu kardus mie instan. Namun tak lama kemudian ayahku mendapati bahwa ternyata mie instan dalam kardus tersebut telah kadaluwarsa. Mengetahui bahwa mie instan tersebut telah kadaluwarsa, maka seketika ayahku membatalkan transaksinya dengan pelanggan tersebut.
Adapun kejadian yang lain yaitu saat ayahku bertransaksi dengan pelanggannya. Saat itu aku melihat bahwa pelanggan ayah tersebut memang sangat tergesa-gesa dan aku tidak tahu apa yang menjadi penyebab ia bisa tergesa-gesa. Ayahku mendapati bahwa uang yang diberikan oleh pelanggan tersebut ternyata lebih dan hampir saja orang tersebut meninggalkan toko tanpa menyadari bahwa ia belum menerima uang kembalian.
Mengetahui uang orang tersebut lebih ayahku langsung berteriak dan mengetuk kaca mobilnya sambil berkata bahwa ia belum mengambil uang kembaliannya. Namun nasib mujur menimpa ayahku, orang tersebut mengatakan bahwa ia boleh mengambil uang kembalian tersebut dan saat itu ia berkata bahwa dirinya senang bertemu dengan orang jujur seperti ayahku.
Dari dua kejadian tersebut aku menyadari bahwa betapa pentingnya kejujuran ini bagi ayahku. Lantaran penasaran aku pun memberanikan diri untuk bertanya kepada ayah bahwa seberapa pentingnya nilai kejujuran bagi dirinya. Aku pun berkata, “Menurut ayah, seberapa penting kejujuran ini bagi ayah?”.