Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id- Maraknya hoaks, ujaran kebencian, konflik, intoleransi dan kekerasan, dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Terutama bagi generasi Z yang akrab dengan media sosial, dinilai akan lebih mudah terpapar dan melakukan tindakan intoleran antarumat beragama.
Melihat respon tersebut, Mulia Raya Foundation yang berkolaborasi dengan Generasi Literat dan didukung oleh UNDP Indonesia menyelenggarakan rangkaian implementasi dari Kelas Literasi Damai Wilayah Sulawesi dan Maluku. Kegiatan bertema Gen-Z for Peace #MaekiSipakatau ini menjadi ruang perjumpaan generasi Z lintas iman untuk belajar tentang perdamaian antarumat beragama dan mempersiapkan agen-agen penyampai pesan-pesan perdamaian.
Direktur Mulia Raya Foundation dan Generasi Literat, Prof Musdah Mulia membuka kegiatan melalui Zoom, Sabtu (13/11). Gen-Z for Peace #MaekiSipakatau yang digelar di Aula Gereja GPIB Jemaat Mangamaseang Makassar ini, sebagai ruang perjumpaan Generasi-Z dari berbagai latar belakang agama dan suku untuk menguatkan nilai kebhinekaan di Kota Makassar.
Selain itu, juga sebagai upaya untuk mengedukasi generasi-Z terkait perdamaian sehingga dapat meminimalisir prasangka dan stereotip antarumat beragama serta mencegah terjadinya perilaku intoleransi dan radikalisme di Kota Makassar.
“(Kami) ingin menciptakan banyak anak-anak muda Gen-Z perubahan, yaitu mereka orang yang bertoleransi, punya pikiran terbuka terhadap segala perbedaan, bisa menjadi pemimpin yang inklusif dan bisa memajukan bangsa tanpa terkendala perbedaan,” ungkap Koordinator Penyelenggara, Milastri Muzakkar.
Kegiatan ini diharap menjawab kebutuhan generasi milenial dan dikemas lebih fun. “Generasi milenial itu suka yang santai dan menyenangkan,” ujar Ketua Panitia, Dennys.
Saat memberikan sambutan, Direktur Mulia Raya Foundation, Musdah mengapresiasi tema #MaekiSipakatau yang diangkat. Menurutnya itu sangat baik, ikut menyebarkan nilai-nilai kearifan lokal, terutama dalam masyarakat Bugis Makassar untuk saling memanusiakan.
Sipakatau, kata Musdah, tidak bisa jika hanya satu orang, tetapi harus lebih dari satu unsur. “Harus ada unsur Islam, Kristen, Hindu, dan sebagainya. Kita menghargai manusia, siapa pun dia. Saling memanusiakan. Dari tema ini, maeki sipakatau,” katanya.
Dia mengajak generasi milenial untuk berjihad dan berkontribusi positif, membangun kehidupan masyarakat yang damai. “Jangan pernah lelah, ini pekerjaan seumur hidup,” pesan Musdah.
Hal senada disampaikan Iwan Misthohizzaman dari UNDP Indonesia dan Pdt Yan Edward Fredrick Talise selaku Tokoh Agama GPIB Mangamaseang. Menurut mereka, kegiatan seperti ini harus selalu didukung. Ini akan memperkuat nilai-nilai kebhinekaan dan kemanusiaan.
Dari sini, kata Pdt Yan, generasi Z berdamai dengan yang lain. “Perdamaian harus dimulai dari diri kita sendiri untuk orang lain,” ucapnya.
“Semoga penuh semangat dan dapat diimplementasikan. Mari memberikan penghormatan kepada orang lain tanpa melihat latarbelakang apa pun,” pesan Iwan Misthohizzaman.
Gen-Z for Peace #MaekiSipakatau diikuti oleh 32 generasi muda yang berasal dari perwakilan enam agama, yakni Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu.
Aco Wahid, salah seorang peserta mengaku sangat senang mengikuti kegiatan ini. “Sangat mengapresiasi karena kita diajarkan arti perbedaan, baik suku, ras maupun agama. Kita didudukkan bersama dalam ruangan ini, cinta akan kedamaian, cinta akan toleransi, ini harus dijunjung tinggi,” ungkapnya. (SAH/ZUL)