Maros, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Kawasan Karst Maros-Pangkep memiliki luas lebih kurang 46 ribu hektar, dimana sekitar 20 ribu hektar diantaranya merupakan area konservasi melalui penetapan sebagai area Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, sedangkan 23 ribu hektar lainnya merupakan kawasan dengan potensi biodiversitas yang tinggi yang juga membutuhkan penegasan status perlindungan dalam bentuk Kawasan Ekosistem Esensial.
Dalam kegiatan inventarisasi tahun 2017 dan 2018 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Fauna & Flora International Indonesia Programme (FFI IP), ada 30 endemik invertebrata karst yang berpotensi masuk dalam Red List The International Union for Conservation of Nature (IUCN), yaitu 18 jenis masuk dalam status kritis (Critically Endangered/CR), 5 jenis masuk dalam status terancam (Endangered/EN), dan 3 jenis masuk dalam status rentan (Vulnerable/VU).
Untuk menjaga kawasan karst yang berada di luar kawasan konservasi dari ancaman kerusakan dari kegiatan ekstraktif, maka pada tahun 2019 Pemda Provinsi Sulawesi Selatan menetapkan peraturan daerah dengan nomor PERDA No 3 tahun 2019 tentang Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Karst Maros-Pangkep.
Kepala Balai Besar KSDA Sulsel yang diwakili oleh Anis Suratin selaku kepala bidang teknis, dalam sambutan acara pembukaan dan pelepasan tim eksplorasi Karst Maros – Pangkep mengatakan bahwa untuk mendukung peraturan daerah tersebut, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan dan Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN BABUL) melakukan kegiatan eksplorasi Kawasan Karst Maros-Pangkep dengan dukungan dari LIPI dan FFI IP.
“Jadi kegiatan eksplorasi ini tertuang dalam MOU antara Dirjen KSDAE dan FFI yang kemudian dijabarkan ke dalam RPP – RKT kita, kami berharap hasil dari ini (eksplorasi) dapat menjadi data base yang dapat kita monitoring bersama untuk pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial Karst Maros – Pangkep di luar taman nasional maupun Geopark Karst Maros Pangkep yang masuk kawasan taman nasional,” terang Anis.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Yusak Mangetan berharap capaian dari kegiatan ini juga menyasar publik secara luas, “ending dari semua ini kita berharap melahirkan semacam publikasi atau SOP yang diketahui publik terkait pentingnya Karst Maros – Pangkep, bagaimana menjaga dan melestarikan kawasan karst, yang tentu saja itu dimulai dari kita selaku tim yang terlibat,” ujar Yusak.
Eksplorasi akan berlangsung pada 24 Agustus hingga 2 September 2020 yang berlokasi di Gua Sulaeman, Gua Grotte de Restaurant, Gua Saripa, Gua Saleh, Kawasan karst Lopi – Lopi, Rumbia, Bungaejayya dan Wae Marrunge.
FFI Project Manager Maros, Fardi menjelaskan bahwa kegiatan eksplorasi ini akan dilakukan oleh 20 orang yang merupakan tim gabungan dari BBKSDA Sulawesi Selatan, TN BABUL, LIPI, FFI IP, Wallacea Speleological Club, Mahasiswa Kehutanan dan Mahasiswa Biologi Universitas Hasanuddin dan masyarakat lokal. Tim ini akan mengumpulkan data dan informasi terkait burung, herpetofauna, mamalia, botani, invertebrata gua, dan hidrologi karst.
“Jadi kegiatan eksplorasi ini merupakan dukungan untuk konservasi spesies yang akan dijalankan melalui survey keanekaragaman hayati eksokarst dan endokarst sekaligus menjadi ajang sharing metodologi. Keluaran hasil survey diharapkan dapat memberikan dukungan aktif untuk penetapan Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung menjadi cagar biosfer dan karst luar area Taman Nasional Menjadi area pencadangan Kawasan konservasi melalui penetapan sebagai Kawasan ekosistem Esensial,” jelas Fardi.