Keabadian, Mengenang Prof Azyumardi Azra

Oleh: Yudi Latif

Saudaraku, setiap kali ku mendengar kabar kematian, bergetar hatiku menginsyafi larik puisi WS Rendra. “Hidup itu seperti uap, yang sebentar saja kelihatan, lalu lenyap.”

Ya, hidup ini sungguh pendek, sedang kehidupan itu panjang. Tak sepatutnya demi penghidupan kita korbankan kehidupan.

Semua orang memimpikan keabadian, namun banyak orang terperangkap pesona kenisbian.

Baca Juga:  Mendikdasmen Ajak Para Guru Wujudkan Pendidikan Bermutu

Jangan mengabadikan sesuatu yang takkan dibawa mati. Yang membuatmu terus hidup dan menghidupkan sampai mati hanyalah warisan ilmu, amal kebajikan, keturanan saleh.

Menulislah saat hidup atau dituliskan saat mati. Hidup mulia memberi arti. Dalam mati engkau abadi.

Seperti kata Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi, selama ia tidak menulis maka ia hilang di dalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Baca Juga:  Pengurus PWI Berkantor di Lantai 4 Daerah Segitiga Emas

Orang boleh kaya seluas samudera. Namun, jika kubangan harta itu tak menumbuhkan raharja bagi kehidupan, maka ia akan mengambang sebentar laksana buih, lantas lenyap disapu gelombang. Berderma adalah beramal untuk keabadian. (*)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU