Kelas Unggulan

“Bukankah itu Mara?” bisik Isabel.

Aiden berjalan ke dalam kelas, “apa itu kau, Mara?”

Wanita itu berpaling ke arah mereka. Matanya putih tetapi dia benar-benar Mara. Kedua tangannya masih memegang buku lantas berteriak, suara teriakan itu menggema di kepala mereka dan Mara berlari mendekati mereka. Aiden balik arah untuk segera berlari.

“Hentikan!” suara membentak dari dalam kelas membuat langkah Aiden dan Mara berhenti.

Mara menoleh ke bangku yang ada di depannya, suara itu berasal dari bangku tersebut tetapi dalam pandangan mereka berenam tidak ada siapa pun di sana.

“Ada apa?” suara datar dan wajah tanpa ekspresi itu membuyarkan segalanya.

Cahaya yang sangat terang berusaha masuk di celah-celah kelopak mata mereka berenam. Ketika mata mereka terbuka, Isabel terkejut melihat semua teman sekelasnya duduk di bangku mereka masing-masing.

Aiden juga terkejut melihat semuanya masih baik-baik saja. Sedangkan Akuma dan Tristana kebingungan karena mereka juga duduk di tempat duduk mereka.

“Apa ini mimpi?” Kaliya menyentuh bahu Valdis yang berada di depannya.


- Iklan -

Valdis tidak menjawab karena dia sendiri tidak tahu harus menjawab apa.

“Ada apa denganmu, Zilla? Cerita itu belum selesai!” seru Than dengan ketus.

“Mungkin dia tersinggung,” tambah Emily sinis.

Mata Zilla melotot pada Emily, “apa itu bisa disebut dengan tulisan?” Zilla menunjuk Mara. “Dia bahkan tidak bisa menulis karangan dengan baik!”

“Sudah sebagus apa karanganmu? Katakan saja kalau kamu melakukan kecurangan jadi tersinggung dengan karangannya.” Perkataan Kevin membuat Zilla terdiam.

Aiden berdiri. “Apa maksud semua ini?” tanyanya.

“Kamu tidak mendengarkan cerita yang di baca Mara? Dia menulis cerita tentang kita yang terjebak dalam sebuah permainan karena masuk dalam kategori kelas unggulan,” jelas Dafa seraya melirik Zilla kesal.

Isabel memandang Mara dan teman-temannya tidak percaya. “Jadi ini hanya karangan?” gumamnya.

“Ada apa denganmu, Isabel?” Mara bertanya, mata itu menatap tajam Isabel. “Berhenti berhalusinasi!” tegasnya.

Emily mengatur seragamnya agar tetap rapi. “Pembina ke mana, sih? Katanya ke kamar mandi tapi lama se—”

Kelas unggulan, kelas pilihan.

Siapa yang pintar?

 



Ayo main denganku!

Dia yang kalah, akan dihukum.

Mereka semua terkejut mendengar nyanyian yang menggema di kelas itu. Tiba-tiba listrik padam dan kelas menjadi gelap. Wajah mereka memucat, yang lain sudah ketakutan karena terjadi persis seperti karangan Mara. Dalam kegelapan, suasana semakin menegangkan, mereka berdiri dan saling memandang satu sama lain.

“Inilah sisi kegelapan kelas unggulan!” seru suara perempuan yang tidak terlihat wujudnya lantas angin dingin menerpa dari luar, membuat mereka merinding.

Tamat.


Penulis: Theresia Monika Yanwarin


BACA CERPEN LAINNYA DISINI

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU