Kelas Unggulan

Isabel tersenyum ramah. “Bisa, aku senang jika memiliki teman di kelas ini,” jawabnya sambil mengikat rambutnya yang panjang sepunggung itu.

Langit mulai tampak gelap dan mendung, sekolah itu sudah kosong kecuali tersisa 25 siswa kelas unggulan. Tiba-tiba angin kencang masuk ke dalam kelas membuat hawa dingin menembus kulit mereka. Mereka tidak akan pulang jika belum ada pemberitahuan.

Pengeras suara di kelas itu tiba-tiba aktif dan suara piano terdengar oleh mereka. Mereka bingung apa maksud suara piano yang dimainkan dengan kasar. Hingga suara nyanyian dari seorang perempuan terdengar.

Kelas unggulan, kelas pilihan.

Siapa yang pintar?

Ayo main denganku!

Dia yang kalah, akan dihukum.

Suara nyanyian itu berhenti. Mereka saling memandang. Perasaan mereka sudah tidak enak. Mereka semua berdiri dari tempat duduk masing-masing. Listrik di sekolah itu padam membuat suasana mencekam.

“Aku ingin pulang, aku tidak ingin bermain!” seru Gina si peringkat 10, dia mulai membereskan barang-barangnya.


- Iklan -

Tiba-tiba dinding kelas di ketuk-ketuk. Suara ketukan dinding itu berjalan hingga berhenti di papan tulis. Sekejap muncul tulisan yang di papan itu.

“Kalian harus bermain! Yang pergi akan dihukum!” Mata elang milik Aiden si peringkat 23 itu membaca dengan saksama tulisan merah seperti darah segar yang berada di papan tulis.

“Omong kosong macam apa ini!” teriak Irwan si peringkat 6. “Aku di sini untuk belajar, bukan bermain!” Dia mengambil barang-barangnya dan ingin keluar dari kelas. “Apa kalian akan di sini?” Sebelum melangkah melewati pintu kelas, dia berbalik dan bertanya pada teman-teman sekelasnya.

“Aku ikut!” jawab Daeva si peringkat 14.

Morana si peringkat 8 dan Gina si peringkat 10 juga ikut pergi dari kelas itu. Ketika mereka keluar dari pintu kelas, angin kencang menerpa mereka.

Tubuh mereka seperti ditebas oleh pedang, luka-luka yang dalam muncul setelah angin itu lenyap, mereka terjatuh dan darah mulai mengalir di lantai. Semua yang masih ada di dalam kelas terkejut dan panik ketakutan melihat teman mereka di tebas angin.

“Apa ini? Tolong jangan bermain seperti ini!” teriak Leah si peringkat 16, gadis berambut cokelat sebahu itu mulai menangis.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU