“Ada apa?” tanya Akuma si peringkat 24, tubuhnya yang tinggi menghampiri Isabel.
Isabel menunjuk ke arah tas miliknya. Akuma segera membuka tas itu, dia berusaha terlihat biasa saja. Akuma mengambil amplop merah yang penuh darah. Perasaan mereka semakin tidak karuan saat melihat amplop merah tersebut. Akuma segera membukanya, “kejujuran atau tantangan?” Ia membaca isi amplop merah itu.
“Ini permainan, kan? Kita harus memilih antara kejujuran atau tantangan.” Dafa si peringkat 3 langsung paham maksud dari isi amplop merah, dia sempat mengatur kacamatanya yang melorot.
Mereka semua terdiam sejenak, memikirkan pilihan yang tepat. Kejujuran, itulah pilihan yang mudah tetapi sulit dilakukan. Satu-persatu mulai meneriaki pilihan mereka masing-masing dan semuanya memilih kejujuran.
Tiba-tiba tulisan besar berwarna merah darah kembali muncul di papan tulis. Beberapa dari mereka menjadi pucat, takut dengan kejujuran yang akan mereka ungkapkan.
Permainan itu menyuruh mereka untuk berkata jujur soal kecurangan yang pernah mereka lakukan. Yang tidak berkata jujur, mereka akan bernasib sama dengan yang lain. Waktu yang diberikan hanya 10 menit.
Zilla si peringkat 1 menghampiri Isabel, dia menarik Isabel yang masih terduduk di lantai dan membawanya ke depan kelas.
“Amplop itu berasal dari tas milikmu dan kamu adalah orang yang menduduki peringkat terakhir! Apa yang kamu inginkan dengan melakukan semua ini!” Tuduhan Zilla tidak membuat teman-teman terpancing.
“Apa yang kamu katakan? Isabel tidak akan melakukan hal serendah itu!” seru Aliviyah membela teman barunya itu.
Kaliya si peringkat 20 menatap Zilla sinis. “Menjauh dari teman kami!” bentaknya sambil berjalan mendekati Zilla dan Isabel.
“Sejak kapan kita semua berteman? Bukankah kalian hanya peduli dengan ambisi untuk jadi yang pertama?” Pertanyaan Zilla membuat mereka terdiam karena itulah kenyataannya.
“Isabel! Ini semua rencanamu untuk menjebak kami, kan? Untuk yang menduduki peringkat terakhir, pasti kamu ingin melenyapkan satu persatu dari kami agar dapat jadi yang pertama!” Zilla semakin menuduh dan memojokkan Isabel.
“Waktunya hampir habis, ungkapkan kejujuran kalian!” seru Dafa mengingatkan.