Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tengah menyiapkan materi tentang krisis iklim dan bahayanya ke dalam kurikulum. Nantinya akan dikaitkan dengan pembelajaran tentang Pancasila.
“Salah satu yang kita lakukan di Kemendikbudristek adalah mengintegrasikan pendidikan iklim di dalam kurikulum. Integrasinya itu dimulai dari level paling dasar, yaitu profil pelajar pancasila,” ujar Anindito dalam acara bertajuk Aspirasi Anak Muda Soal Perubahan Iklim yang diadakan change.org, Rabu (17/11).
Menurutnya, hal ini dilakukan karena krisis iklim membutuhkan perubahan perilaku secara kolektif sedini mungkin. Generasi muda perlu diberi pandangan tentang pentingnya komitmen untuk menjaga alam.
“Kita perlu pendidikan yang menggeser nilai perilaku sampai generasi muda itu memiliki komitmen untuk melakukan perubahan-perubahan nyata yang sehari-hari, (melalui) pilihan-pilihan sehari-hari kita,” tuturnya.
Nantinya, materi tentang bahaya perubahan iklim akan diintegrasikan dengan pembelajaran seputar profil pelajar Pancasila. Dari enam poin, ada tiga poin profil pelajar pancasila yang berhubungan dengan pendidikan iklim.
“Karakter pertama [adalah] iman, taqwa, akhlak mulia. Ini kita terjemahkan sebagai nilai dan perilaku yang merupakan penerapan dr keberagaman, dari nilai-nilai ketuhanan terhadap diri sendiri, sesama manusia, terhadap alam, dan negara,” papar Anindito.
Poin kedua yang juga penting adalah gotong royong. Menurutnya, respons terhadap perubahan iklim menuntut masing-masing individu melakukan pengorbanan kecil dalam keseharian.
Poin terakhir ialah nalar kritis agar tiap individu memiliki pemahaman terhadap perubahan iklim sekaligus komitmen untuk melakukan perubahan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebab, sebelum berkomitmen melakukan perubahan, tiap individu perlu memiliki pemahaman tentang perubahan iklim. Hal ini yang membutuhkan nalar kritis.
“Ini butuh nalar kritis untuk memahami sistem, keterkaitan banyak hal, dalam ekologi global,” tambahnya.