Kemenkes : Soal Perang Harga Antigen, Diharapkan Lebih Murah

FAJARPENDIDIKAN.co.id– Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan rapid test antigen yang dijual secara terbuka di beberapa fasilitas pelayanan kesehatan telah melalui izin edar Kemenkes. Izin itu dinilai sebuah kepastian bahwa akurasi atau sensitivitasnya memenuhi syarat.

Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, Arianti Anaya mengatakan harga rapid antigen yang cenderung menurun terjadi lantaran jumlah ketersediaan produksi semakin banyak sehingga terdapat persaingan harga dalam dunia industri.

“Sebenarnya harga yang kita harapkan bisa lebih murah agar lebih terjangkau oleh masyarakat. Dengan semakin banyaknya ketersediaan antigen di industri maka pasti harga bisa menjadi lebih murah,” kata Arianti saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (29/6).

Meski lebih murah, namun Arianti memastikan bahwa Kemenkes tetap melakukan evaluasi secara rutin terhadap alat kesehatan yang beredar di masyarakat. Ia menyebut rapid test antigen yang sudah memiliki izin edar terus dilakukan pemantauan sensitivitas minimal di dua laboratorium uji sehingga akurasi tetap optimal.

Arianti juga mewanti-wanti apabila ada fasilitas kesehatan yang menggunakan antigen tanpa izin edar, maka mereka dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 196 dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan sanksi kurungan paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Baca Juga:  Percepat Transformasi Digital, Kemendikdasmen Bahas Pembelajaran Coding dan AI

“Semua antigen yang digunakan harus dipastikan oleh fasilitas kesehatan sudah memiliki izin edar, sehingga sensitivitasnya memenuhi syarat. Jika tidak maka izin edar dapat dicabut,” kata dia.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menegaskan bahwa Kemenkes dalam hal ini tidak menentukan mekanisme harga rapid antigen di faskes. Kemenkes menurutnya sejauh ini hanya menentukan harga jual maksimal.

Kemenkes telah menetapkan batasan tarif tertinggi pemeriksaan rapid rest antigen sebesar Rp250 ribu untuk Pulau Jawa dan Rp275 ribu untuk daerah di luar Pulau Jawa. Ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran No HK.02.02/I/4611/2020 yang dikeluarkan pada tanggal 18 Desember 2020.

“Kalau pengawasan harga, kita tidak ada mekanismenya karena kita mengatur batas atas saja,” kata Nadia melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Selasa (29/6).

- Iklan -

Meski begitu, Nadia juga memastikan bahwa Kemenkes terus melakukan pemantauan sensitivitas daripada rapid test antigen yang digunakan. Sementara terkait praktik-praktik di luaran sana yang kemungkinan ‘nakal’, hal itu dipastikan akan masuk dalam ranah hukum.

Baca Juga:  6 Tradisi Perayaan Natal di Indonesia, Unik dan Penuh Makna

“Kalau untuk pelaksanaan, itu kepada level Pemda, Provinsi, atau Kabupaten/Kota ya. Yang jelas kalau terjadi pelanggaran itu ranah aparat hukum,” pungkasnya.

Belakangan ini, banyak dijumpai harga rapid test antigen yang dibandrol di bawah Rp100 ribu oleh beberapa fasilitas kesehatan seperti klinik. Di daerah Warung Buncit, Jakarta Selatan misalnya, sejumlah klinik memasang harga pemeriksaan antigen sebesar Rp74 hingga Rp89 ribu.

Harga itu berbeda dari awal-awal penggunaan rapid test antigen, seperti di awal tahun 2021 misalnya. Stasiun kereta api yang tersedia, mematok harga Rp 105.000 per orang khusus untuk penumpang jarak jauh.

Kemudian di Bandara Soekarno-Hatta menawarkan saat itu menawarkan biaya rapid test antigen sebesar Rp200 ribu per orang. Beberapa rumah sakit juga mematok harga rapid test antigen yang beragam dan berkisar di 200 ribu.(CNN_IND)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU