Kemerosotan Moral Kalangan Pelajar di Era Pandemi Covid-19

Penulis: Ni Putu Widyantari Darma Putri

Wabah Covid-19 yang menyerang dunia menyebabkan kelumpuhan di segala bidang kehidupan, seperti bidang ekonomi, bidang sosial budaya, bidang keagamaan, serta bidang politik. Bahkan wabah Covid-19 ini berpengaruh banyak dalam bidang pendidikan.

Terserangnya Indonesia oleh Covid-19 yang hampir 2 tahun menyebabkan Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan terutama di bidang pendidikan. Munculnya kebijakan pembelajaran daring (dalam jaringan) menjadi pengganti pembelajaran tatap muka.

Pembelajaran daring ini menyebabkan siswa seolah-olah kehilangan suri teladan yaitu seorang guru. Karena dalam pembelajaran daring ini, guru kurang leluasa dalam dalam membimbing, mengarahkan, serta mendidik siswa terutama dalam masalah moral.
Pada dasarnya seorang guru tidak hanya bertugas memberi pelajaran berupa materi terdapat siswa.

Namun juga memberikan bimbingan serta tuntunan moral kepada siswa. Pembelajaran daring ini ternyata berdampak negatif terhadap pendidikan moral dan etika siswa. Sebetulnya kemerosotan moral kalangan pelajar di era pandemi ini terjadi karena beberapa faktor antara lain:

  1. Berkurangnya intensitas perjumpaan dan komunikasi antara guru dan siswa, sebab hanya dilakukan lewat dunia maya. Koneksi batin yang biasanya terjalin antara guru dan siswa saat pembelajaran tatap muka berlangsung tidak terjalin dengan baik saat pembelajaran daring. Siswa merasa kehilangan sosok untuk digugu dan ditiru dalam berperilaku. Hal tersebut menyebabkan kekosongan dalam diri siswa terhadap pendidikan moral.
  2. Lemahnya kontrol orang tua. Banyak siswa yang orang tuanya sibuk bekerja, sehingga kurang perhatian dan pengawasan dari orang tuanya. Selain itu, terkadang orang tua memberikan fasilitas seperti gadget kepada anaknya tanpa memberikan pengawasan yang efektif. Tidak hanya itu, minimnya pendidikan moral dan agama yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya, menyebabkan kemerosotan moral di kalangan pelajar tidak teratasi.
  3. Kemudahan mengakses media sosial. Mengakses media sosial bukanlah hal yang sulit dilakukan oleh para pelajar saat ini. Kemudahan ini bermula ketika kemajuan teknologi dalam bidang komunikasi semakin canggih. Banyak fitur-fitur baru yang bermunculan dan menjadikannya hal menarik untuk dicoba termasuk dalam bermedia sosial. Kebebasan konten negatif atau konten asusila yang terdapat di media sosial dengan mudah untuk ditonton oleh siswa, terlebih lagi kurangnya pengawasan orang tua membuat hal ini semakin tidak kondusif. Pembelajaran tatap muka memaksa siswa untuk melakukan kegiatan yang lebih produktif. Namun pembelajaran daring memiliki suasana yang membosankan, sehingga siswa mudah merasa jenuh dan melampiaskannya dengan mengakses media sosial, bahkan bisa sampai berjam-jam. Tidak sedikit para pelajar menggunakan media sosial untuk hal yang tidak sewajarnya. Seperti contohnya konten negatif yang tersebar adalah pelecehan terhadap guru, mulai dari satu siswa yang memulai hingga tersebar dan banyak yang mencoba. Melihat begitu banyaknya konten negatif yang ada di media sosial dan tidak tersaring dengan baik, menyebabkan banyak kalangan remaja meniru isi konten tersebut sehingga menyebabkan terkikisnya moral yang telah tertanam.
  4. Pengaruh budaya asing, dengan kemajuan teknologi dan arus globalisasi yang melesat, memudahkan budaya asing untuk masuk ke dalam negeri. Terutama pada budaya-budaya barat yang bertolak belakang dengan kebudayaan kita di Indonesia. Rasa penasaran yang tinggi membuat remaja khususnya kalangan pelajar mencoba meniru budaya asing yang dianggap menarik padahal sangat tidak bermoral. Keluar masuk diskotik, penyalahgunaan narkoba, dan berbagai perilaku menyimpang lainnya yang menyertainya dan sering melahirkan komunitas tersendiri terutama di kota-kota besar dan metropolitan merupakan ketidakmampuan masyarakat Indonesia dalam beradaptasi dan menyeleksi pengaruh asing sehingga masih bersikap ‘latah’ terhadap kebudayaan asing.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU