Salah satu poin yang patut diperhatikan adalah kemuliaan nasab tidaklah identik dengan kemuliaan di sisi Allah Taala dan menjamin keselamatannya di akhirat. Karena hanya ketakwaanlah yang mampu meningkatkan derajat seseorang di sisi Allah Taala.
Allah Taala berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah, ialah, orang yang paling bertaqwa di antara kamu”. (QS.Al – Hujuurat :13).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Wahai sekalian manusia, ingatlah bahwa Rabb kalian itu, satu. Dan bapak kalian juga satu. Dan ingatlah, tidak ada kelebihan orang Arab atas orang Ajam (non Arab). Tidak pula orang berkulit merah atas orang berkulit hitam. Dan tidak pula orang berkulit hitam di atas orang berkulit merah. Kecuali atas dasar ketakwaan.
Apakah aku telah menyampaikannya ? Mereka menjawab, “Rasulullah telah menyampaikannya “. (Shahih HR.Ahmad nomor 23489). Rasulullah SAW juga bersabda, “Barangsiapa yang lambat amalnya, maka tingginya garis keturunan tidak bisa mempercapat amalnya”. (HR. Muslim nomor 2699).
Bagaimana bisa dibenarkan, jika seseorang membangga banggakan dirinya termasuk keturunan ahli bait. Sedangkan dirinya bergelimang dalam kemaksiatan, bergelimang kebid’ahan. Sementara para pendahulu mereka yang saleh, jauh dari hal tersebut.
Nabi shallallahu alaihi wasallam berdabda,” Wahai Bani Abdi Manaf, belilah diri diri kalian dari adzab Allah ! Wahai Ummu az – Zubair bin al – Awwam bibi Rasulullah, Wahai binti Muhammad, belilah diri kalian dari adzab Allah. Aku tidak berkuasa melindungi diri kalian dari murka Allah. Mintalah kepadaku.harta sesuka kalian”. (HR. Bukhari nomor 3527).
Kecintaan Harus Sesuai Batas Batas
Kecintaan kepada ahli bait, haruslah sesuai dengan batasan yang ditetapkan syari’at. Ali bin al – Husain bin Ali bin Abi Thalib, pernah salah seorang ulama ahli bait berkata, “Wahai kalian manusia, cintailah kami, dengan kecintaan Islam. Kecintaan kalian kepada kami, senantiasa ada, hingga kemudian malah menjadi aib bagi kami”.(Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam ath – Thabaqah, 5/110).
Al-Hasan bin al – Hasan pernah berkata, kepada seorang yang pernah berbuat ghuluw kepada ahli bait, “Celalakalah anda, cintailah kami karena Allah, jika kami menaati Allah, maka cintailah kami. Jika kami mendurhakaiNya, maka bencilah kami.
Jika sekiranya Allah memberikan manfaat kepada seseorang, tanpa dia melakukan ketaatan sama sekali, dikarenakan kekerabatannya dengan Rasulullah SAW, tentulah kekerabatan itu bermanfaat, bagi ayah dan ibu beliau.
Katakanlah, perkataan yang benar mengenai kami, karena sesungguhnya hal itu, lebih sesuai dengan yang kalian inginkan.dan kami pun akan meridhai kalian akan hal itu”. (Syarh Ushul I’tiqad Ahli as – sunnah wa al – Jamaah 8/1483).
Oleh karena itu, kecintaan kepada ahli bait, tidak serta merta mengagung agungkan ahli bait, di luar koridor yang dibenarkan syari’at. Lebih utama dari beliau adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau merupakan pribadi yang paling jauh dari sifat gemar dipuji. Apalagi di agung agungkan dan dikultuskan.
Dari Mutharrif, ia berkata,” ayahku telah berkata, ” Aku pernah pergi menghadap Rasulullah SAW dalam rombongan utusan Bani Amir, kami berkata, “Engkau adalah sayyid kami. Maka beliau SAW bersabda, “As -Sayyid itu, hanyalah Allah”.Kami berkata, “Kami hanya ingin mengutamakan dan mengagungkan orang yang memang punya keutamaan”.
Beliau Rasulullah SAW bersabda, “Katakanlah dengan ucapan kalian seperti biasa atau sebagian ucapanmu itu. Namun janganlah sampai kalian jadikan syaithan sebagai penolongnya”,. (Shahih HR. Abu Dawud nomor 4806).
Dari Anas Radhyallahu anhu, dia berkata, ” Tidak ada seorangpun yang lebih mereka (para sahabat) cintai saat melihatnya dari pada Nabi shallallahu alaihi wasallam, jika melihat beliau, mereka tidak pernah berdiri, karena tahu kebencian beliau atas hal itu”. (Shahih HR. Bukhari dalam Adab al – Mufrad nomor 946).
Inilah contoh praktek kecintaan kepada ahli bait yang dibenarkan oleh Islam. Tidak seperti praktek – praktek yang dilakukan oleh sebagian kalangan yang mengaku muslim. Dengan klaim sebagai wujud kecintaan kepada ahli bait. Mereka berkabung, meratap dan menyiksa diri setiap hari Asyura, padahal, kesemuanya itu dilarang dalam agama yang mulia ini.
Muncul pertanyaan, bagaimana kita berinteraksi dalam ahli bait yang bermaksiat ? Kita berinteraksi dengan mereka sebagaimana berinteraksi dengan muslim yang lain. Kita menasehati mereka dan membenci perbuatan mereka yang menyelisihi syari’at.
Ya Allah ampunilah para ahli bait Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ampunilah mereka. Perbaikilah kondisi mereka. Teguhkanlah langkah dan berikanlah taufik kepada mereka. Aamiin yaa rabbal alamin. (Ana)