FAJARPENDIDIKAN.co.id – Jika kita disuguhkan dengan pertanyaan tentang kendaraan apa yang bisa mengantarkan pendidikan ke arah kecerdasan bangsa, maka salah satu jawaban utamanya adalah teknologi.
Terang saja, di era Merdeka Belajar tiap-tiap sekolah ingin memacu anak-anak didiknya untuk senantiasa berkemajuan. Yang kemarin merasa duduk di belakang, ingin segera mengejar ketertinggalan. Dan yang kemarin sudah berada di depan, ingin terus maju dan membanggakan.
Tuntutan akan kemajuan ini mau tidak mau harus terus digenjot seiring dengan begitu dekatnya kita menuju digitalisasi pendidikan. Jika anak didik mampu beradaptasi cepat dengan tuntunan pendidikan ke depan, maka prestasi nilai PISA negeri ini akan terdongkrak naik.
Sungguh bahaya kalau studi internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, hingga sains anak didik di negeri ini nilainya tidak naik. Berarti kualitas pendidikan Bumi Pertiwi makin tertinggal dari negara-negara tetangga. Padahal? Kita kaya dengan sumber daya.
Dengan cara apalagi kita harus mengejar ketertinggalan ini kalau tidak menyertakan kehadiran teknologi pendidikan sebagai kendaraan alias akselerasi. Mau coba berlari atau jalan kaki dengan cara menerapkan pembelajaran gaya konvensional? Hemm, lambat!
Buktinya? Boleh dihitung sendiri sudah berapa kali Pak Jokowi mengusulkan kepada Mendikbud untuk ganti kurikulum, rombak kurikulum, hingga edit kurikulum agar mampu beradaptasi dengan perubahan.
Bahkan pada saat rapat terbatas yang membahas peta jalan pendidikan tahun 2020-2035 di awal Juni kemarin Pak Jokowi tidak segan-segan mengajak negeri ini mencontoh sistem pendidikan dari beberapa negara hebat.
“Untuk itu saya minta dilakukan benchmarking pada negara-negara yang berhasil adaptasi sistem pendidikan untuk menghadapi perubahan kebutuhan di masa depan. Seperti di Australia untuk pendidikan anak usia dini, Finlandia pendidikan dasar dan menengah, di Jerman untuk pendidikan vokasi, di Korea untuk perguruan tinggi,” ungkap Jokowi pada Kamis (04/06/2020).
Lalu, apakah ungkapan Pak Presiden ini direspon secara gerak cepat oleh pemangku kebijakan pendidikan terkait?
Entahlah, pandemi hari ini begitu memusingkan penduduk negeri. Jangankan soal masa depan pendidikan, kurikulum darurat di era New Normal pun masih berada dalam bayang-bayang. Beruntungnya tahun ajaran baru belum dimulai. Jadi masih ada waktu untuk berbenah.
Dan beruntungnya lagi, kita masih punya segunung kendaraan pendidikan yang bernama teknologi. Pandemi mengajarkan banyak hal tentang aplikasi digital pendidikan kepada guru, siswa, hingga orang tua. Dari sini, lahirlah adaptasi baru yang berupa pembelajaran daring.
Dari hasil adaptasi di beberapa bulan belakangan ini, mungkin para ahli berpendapat bahwa hasil pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi pendidikan ternilai tidak efektif. Tapi, tak mengapalah. Jangan pula hanya gara-gara itu akhirnya guru dicap aneh-aneh.
Terkait kompetensi memanfaatkan kendaraan pendidikan, guru-guru juga butuh adaptasi dan adaptasi itu juga butuh proses. Masa iya, guru yang belum diberikan pelatihan tentang aplikasi pendidikan digital langsung dicap berkompetensi rendah. Jahat sekali, bukan?
Namanya saja kendaraan pendidikan, tidak semua guru punya daya tanggap yang gesit atau tiba-tiba mahir dalam beberapa kedipan mata.
Ibaratkan seseorang yang belajar mengendarai sepeda, tidak mungkin kan sekali naik sepeda langsung bisa ngebut tanpa pernah jatuh? Mungkin, kalau roda sepedanya ada 3.
Tapi yang hebatnya adalah, walaupun berkali-kali jatuh dengan kebosanan dan kepusingan berkenalan dengan teknologi, banyak guru-guru yang mau belajar. Entah itu guru yang baru saja lulus, guru madya, hingga guru yang berusia senja semuanya mau mengasah kompetensi.
Bukankah hal-hal yang seperti ini patut untuk kita apresiasi? Tentu saja, dan secara pribadi saya bangga menjadi guru serta berdampingan dengan sahabat-sahabat guru yang mau terus memperbaiki diri.
Guru yang Sadar Akan Pentingnya Kompetensi Ingin Naik Kendaraan Pendidikan
Lagi-lagi pandemi mengajarkan banyak hal kepada kita semua dan terutama kepada kami para guru untuk tidak bersantai-santai di era Merdeka Belajar.
Sebagai pengajar sekaligus pendidik, guru tidak boleh tertinggal oleh kemajuan zaman hingga kegiatan asah kompetensi merupakan perkara wajib untuk dilakukan.
Entah itu guru yang berada di daerah maju dengan kelengkapan fasilitas maupun guru yang berada di sekolah terpencil dan pelosok semuanya sama saja. Semua wajib meningkatkan kompetensi agar pendidikan negeri ini bisa segera berakselerasi.
Maka dari itulah sekali lagi saya tegaskan bahwa saya bangga menjadi guru. Walaupun saat ini masih mengajar di daerah pelosok dengan miskinnya fasilitas, saya masih punya teman-teman serta sahabat-sahabat guru yang semangat dan mau mengenal teknologi pendidikan.
Jika boleh dihitung, dalam dua bulan belakangan ini saya bersama teman-teman guru sekolah pelosok sudah sangat sering ikut pelatihan dibidang pemanfaatan aplikasi digital untuk pendidikan.
Semangat rekan-rekan guru untuk mengasah kompetensi. Tangkapan email dan wa pribadi.
Yang membuat kami semangat adalah hadirnya guru-guru senior yang mau bertanya, belajar, dan mencoba untuk bisa. Coba bayangkan, ada guru yang rambutnya sudah memutih tapi rajin bertanya di sesi diskusi pelatihan. Sebagai guru muda, semangat saya berasa makin membara.
Hanya satu hal yang cukup disayangkan, yaitu kami belum mampu menerapkannya di sekolah karena terkendala oleh belum tersedianya fasilitas. Coba saja di daerah kami sinyal internet lancar, kan kita bisa maju sama-sama!
Tapi kalau kita kembali berbicara tentang fasilitas pendidikan berikut dengan pemerataannya, rasa-rasanya mustahil negara akan memangkas kesenjangan dalam waktu dekat. Yang penting guru-guru pelosok punya kesadaran luar biasa untuk mengasah kompetensi.
Jujur saja, sebagai guru di sekolah yang miskin fasilitas kami cukup lelah untuk terus berjalan kaki mengejar ketertinggalan pendidikan. Ingin juga sesekali naik kendaraan. Kan enak, kaki tidak cepat pegal dan badan tidak terlalu lelah saat mencerdaskan anak-anak bangsa. (*)